Mengutipdari Al-Quran Hadis (2020) yang ditulis Nismatul Khoiriyah, ada 2 aspek dalam muamalah yaitu adabiyah dan madaniyah. Pertama, aspek adabiyah menyangkut adab atau akhlak, seperti kejujuran, toleransi, sopan santun, adab bertetangga dan sebagainya. Kedua, aspek madaniyah berhubungan dengan kebendaan, seperti halal, haram, syubhat
Nabi Muhammad ๏ทบ adalah orang Arab yang tidak terlepas dari unsur-unsur budaya Arab pada masa beliau hidup. Hal ini tentu memengaruhi pembacaan kita atas hadits. Dalam kajian ilmu hadits, tidak semua hadits itu merupakan sunnah. Karena ada sebagian hadits yang sekadar menjelaskan budaya Arab pada saat itu. Kiai Ali Mustafa Yaqub memberikan pandangan bahwa dalam memahami hadits diharuskan bisa memisahkan antara budaya dan sunnah Rasulullah ๏ทบ. Dalam karyanya yang berjudul at-Thuruq as-Shahihah fi Fahmi Sunnah an-Nabawiyah disebutkan beberapa kiat untuk membedakan antara agama dan budaya dalam sabda Rasulullah ๏ทบ. Lihat Ali Mustafa Yaqub, at-Thuruq as-Shohihah fi Fahmi Sunnah an-Nabawiyah, [Ciputat Maktabah Darus-Sunnah, 2016], h. 103 Pertama, ajaran agama Islam hanya dilakukan oleh kaum Muslimin. Hal ini berbeda dengan budaya yang selain kaum Muslimin pun melakukannya. Sebut saja serban. Serban merupakan budaya Arab. Hal ini bisa dibuktikan bahwa serban tidak hanya dipakai kaum Muslimin pada saat itu. Bahkan pesohor kafir Quraisy seperti Abu Jahal pun memakainya. Kedua, ada beberapa budaya yang hadir sebelum munculnya Islam. Seperti al-jummah pada rambut kepala yang terus berlanjut hingga Islam datang. Hal ini tentu berbeda dengan agama yang muncul setelah Islam datang. Karena syariat atau agama hanya ada setelah datangnya Islam. Ketiga, ada beberapa budaya yang muncul sebelum Islam datang. Namun setelah datang Islam, turunlah wahyu dari Allah ๏ทป. Maka, walaupun hal tersebut ada sebelum Islam datang, namun keberadaanya menjadi syariat berdasarkan wahyu yang diturunkan. Sebagaimana perhitungan bulan Qamariyah dan manasik haji. Dahulu sebelum Islam datang, keduanya adalah budaya jahiliyah dan syariat Nabi Ibrahim As. Ketika Islam datang dan menetapkan hal tersebut, maka hal itu menjadi bagian dari syariat Islam. Kaum Muslimin yang menggunakan bulan qamariyah tidak lantas mengikuti budaya jahiliyah, melainkan mengamalkan ajaran syariat Islam. Hal ini diperkuat dengan pendapat Imam Muslim w. 256 H yang membuat bab khusus dalam Shahih-nya dengan judul ุจุงุจ ูˆูุฌููˆุจู ุงู…ู’ุชูุซูŽุงู„ู ู…ูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽู‡ู ุดูŽุฑู’ุนู‹ุง ุฏููˆู†ูŽ ู…ูŽุง ุฐูŽูƒูŽุฑูŽู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู…ูู†ู’ ู…ูŽุนูŽุงูŠูุดู ุงู„ุฏู‘ูู†ู’ูŠูŽุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุณูŽุจููŠู„ู ุงู„ุฑู‘ูŽุฃู’ู‰ู Artinya, โ€œBab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abรป al-Hajjรขj Muslim, Saแธฅiแธฅ Muslim, [Beirut Dรขr al-Jรฎl, j. 7, h. 95 Imam al-Nawawi dalam kitab al-Minhaj Syarh Sahih Muslim, sebagaimana dikutip Kiai Ali Mustafa, juga menguatkan bahwa tidak ada perbedaan pendapat dalam permasalahan ini. Sehingga hal tersebut bisa dikategorikan sebagai bagian dari konsensus ijmaโ€™ ulama. Maka dari itu kita perlu meneliti lebih dalam ketika membaca sebuah hadits. Karena tidak semua hal yang kita temukan dalam hadits itu wajib kita ikuti. Kita wajib mengikuti jika hal tersebut merupakan bagian dari agama. Namun sebaliknya, jika tidak berkaitan dengan agama, maka kita tidak wajib mengikuti. Wallahu aโ€™lam. Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi agama suku dan budaya. Hadits Nabi Saw yang membicarakan tentang toleransi beragama tersebar dalam kitab-kitab hadits yang dikeluarkan oleh Muslim, dan ada juga oleh imam Ahmad, tidak dapat diragukan karena telah diriwayatkan oleh imam-imam besar yang termasuk ke dalam Kutub al-Tisโ€™ah. Hadis tersebut menjelaskan tentang Allah tidak melihat ArticlePDF Available AbstractThere is a lots of local traditions arab wisely maintained and preserved by the Prophet. Itโ€™s like, the pilgrimage to Mecca, the rule of law marriages, deaths, versification, and many more. All of this can be found in many Hadith are scattered in the books of hadith. The Prophet is in order to reconcile Islam with the forces of the local Arab culture, it is done so that the local Arab culture is not lost. Thus, the face of Islam as a religion that rahmatan li al-'Alamin, a religion that has a high appreciation of the tradition will be seen. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KEARIFAN DIALOGIS NABI ATAS TRADISI KULTURAL ARAB Sebuah Tinjauan Hadis Syaikhudin STAIN Blambangan Abstract There is a lots of local traditions arab wisely maintained and preserved by the Prophet. Itโ€™s like, the pilgrimage to Mecca, the rule of law marriages, deaths, versification, and many more. All of this can be found in many Hadith are scattered in the books of hadith. The Prophet is in order to reconcile Islam with the forces of the local Arab culture, it is done so that the local Arab culture is not lost. Thus, the face of Islam as a religion that rahmatan li al-'Alamin, a religion that has a high appreciation of the tradition will be seen. Kata kunci Tradisi Arab local, dialog, rekonsiliasi, apresiasi, hadis. A. Pendahuluan iyakini sepenuhnya Islam adalah agama yang sempurna dan bersifat universal. Tidak seorang pun bisa dikatakan sebagai muslim yang baik jika masih menyisakan keraguan atas kesempurnaan dan universalitas Islam tersebut. Di sisi lain, disadari pula bahwa Islam adalah agama yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi kultural Arab sebagai tempat kelahirannya. Islam datang sebagai respon atas keadaan yang bersifat khusus di tanah Arab. Seperti diutarakan Zainul Milal Bizawie, Islam adalah agama yang sebenarnya lahir sebagai produk lokal Arab -tepatnya daerah Hijaz- yang kemudian diuniversalisasikan dan ditransendensi sehingga kemudian menjadi Islam universal. Oleh karenanya, seberapa pun kita meyakini bahwa Islam itu wahyu Tuhan yang universal dan ghaib, toh akhirnya dipersepsi D 188 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 oleh si pemeluk sesuai dengan pengalaman, problem, kapasitas intelektual, sistem budaya, dan segala keragaman masing-masing pemeluk di dalam Umar bin Khattab, sebagaimana dikutip Abu Hapsin mengatakan bahwa Arab adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi pra-Islam ini telah banyak diadopsi dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Islam baik yang terkait dengan ritus, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum dan sebagainya. Dalam hal yang menyangkut ritual keagamaan, misalnya pelaksanaan ibadah haji, umrah, pengagungan terhadap Kaโ€™bah, kesucian bulan-bulan haram dan pertemuan umum pada hari Jumโ€Ÿat, merupakan contoh-contoh ritus pra Islam yang kemudian diadopsi oleh Islam setelah dilakukan modifikasi melalui ijtihad Nabi maupun wahyu al-Qurโ€™an. Karena itu, jika ada klaim kesempurnaan dan universalitas Islam hingga pada taraf menafikan arti penting memahami tradisi pra-Islam, itu sama halnya dengan memanipulasi Banyak para sejarawan muarrikhun menjadikan gap antara Islam dan tradisi Arab pra Islam dengan demarkasi moral dan ideologis yang sangat kontras. Masyarakat Arab pra Islam dipersepsikan sebagai masyarakat jahiliyah, kemudian Islam datang sebagai juru selamat yang membebaskan. Untuk beberapa hal, klaim tersebut memang tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi generalisasi ini telah memberikan pengaruh negatif dalam menumbuh-kan kritisisme sejarah. Ketersambungan tradisi antara masyarakat pra Islam dan pasca Islam menjadi fakta sejarah yang terabaikan. Akibatnya proses inkulturasi dan akulturasi tradisi Arab pra Islam dengan Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang tidak penting untuk dikaji. Atau, kalaupun dikaji, terkadang terjadi kekeliruan verifikasi dan penafsiran. Oleh dari pada itu, persentuhan Islam dengan tradi Arab inilah yang kemudian coba didiskusikan dalam tulisan ini. Khususan, berusaha melacak sejauhmana hubungan dialektis antara Islam perdana dengan tradisi kultural lokal masyarakat Arab saat itu melalui perspektif hadis-hadis Nabi. Dipilihnya hadis adalah semata-mata mengingat hadis merupakan data 1 Zainul Milal Bizawie, โ€œDialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islamโ€ dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun 2003, 34. 2 Abu Hapsin, โ€œIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaโ€ dalam http// Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 189 historis yang mencatat langsung relasi Nabi dan masyarakatnya dengan aneka macam tradisi kulturalnya saat itu. B. Rekonsiliasi Islam terhadap Tradisi Kultural Lokal Isu klasik tentang apakah agama menjadi bagian dari kebudayaan, ataukah kebudayaan yang menjadi bagian dari agama tetap menarik diperbincangkan hingga kini. Seperti dikatakan para antropolog dan sejarawan, agama merupakan bagian dari kebudayaan religion is a part of every known culture. Mereka memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama/ kepercayaan yang lahir dari keyakinan masyarakat tertentu dengan agama yang berasal dari wahyu Tuhan kepada para rasul-Nya. Sebaliknya, para agamawan, umumnya memandang agama sebagai sumber dan titik sentral kehidupan manusia, terutama yang ada kitannya dengan sitem keyakinan credo dan sistem peribadatan ritus. Agama mempunyai doktrin-doktrin yang mengikat pemeluknya, dan diantara doktrin tersebut ada yang bersifat dogmatis, yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan sistem budaya yang berlawanan. Meski begitu, di kalangan mereka ada yang meyakini bahwa dalam agama terdapat koridor yang memungkinkan adanya penyesuaian atau penyerapan antara agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Sehingga di situ terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling Dalam Islam sendiri, tradisi kultural lokal biasa diasosiasikan dengan al-urf atau al-a>dah. Meski ada yang membedakan, namun umumnya para ulama mengartikan keduanya dalam pengertian yang sama, karena secara substantif keduanya memiliki makna sama, meskipun dengan ungkapan yang Adat al-a>dah adalah sebuah kecenderungan berupa ungkapan 3 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU Jakarta Lantabora Press, 2006, hlm. 266. 4 Seperti Shalih ibn Ghanim yang menyatakan bahwa meskipun antara al-a>dah dan al-urf dari segi bahasa terdapat kesamaan, namun keduanya mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dari segi mafhumnya. Menurutnya, al-a>dah lebih umum dari al-urf. Al-a>dah mencakup segala jenis kebiasaan yang berulang-ulang, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik berasal dari individu maupun kelompok dan tanpa memperdulikan apakah kebiasaan itu baik ataukah jelek. Sementara cakupan al-urf hanya mencakup apa yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum al-a>dah al-ammah yang dilakukan 190 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 atau pekerjaan pada satu obyek tertentu, sekaligus pengulangan akumulatif pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan oleh pribadi atau kelompok. Akibat pengulangan itu, ia kemudian dinilai sebagai hal yang lumrah dan mudah dikerjakan. Aktifitas itu telah mendarah daging dan hampir menjadi watak Adapun al-urf seperti dikatakan Wahbah Az-Zuhaili adalah suatu perbuatan ataupun ucapan yang telah menjadi kebiasaan dan dikenal oleh masyarakat yang berlaku secara Para ulamaโ€™ umumnya membagi tradisi kultural ini menjadi dua kategori, yaitu pertama, tradisi kultural positif A>dat shahi>h, yakni tradisi yang tidak bertentangan dengan dalil syarโ€™i, tidak menghalalkan sesuatu yang haram, tidak membatalkan sesuatu yang wajib, tidak menggugurkan cita kemaslahatan, serta tidak mendorong timbulnya suatu kerusakan. Tradisi kultural semacam ini harus dilestarikan. Bahkan, segala sesuatu yang sudah difahami oleh masyarakat meski itu tidak menjadi tradisi, tetapi telah menjadi kesepakatan dan dianggap sebagai kemaslahatan serta tidak bertentangan dengan syaraโ€™ maka harus dipelihara; Kedua, tradisi kultural negatif a>dat fasi>d, yakni tradisi yang berlawanan dengan dalil syariat, atau menghalalkan keharaman maupun membatalkan kewajiban, serta mencegah kemaslahatan dan mendorong timbulnya kerusakan. Tradisi semacam ini tidak boleh dipelihara, karena pemeliharaan atas adat jenis ini akan berakibat rusaknya fondasi hukum-hukum syariat. Namun Abdul Wahab Khalaf menggaris bawahi bahwa apabila a>dat fasi>d termasuk kebutuhan primer dlaru>riya>t maka ia boleh dipelihara dan dijadikan acuan. Seperti dalam keadaan darurat dibolehkan melakukan hal yang sebenarnya diharamkan. Dan apabila a>dat fasi>d itu tidak dilakukan, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup Imam As-Syathibi, dengan bahasa yang sedikit berbeda sebagaimana dikutip Tholhah Hasan, membagi tradisi kultural menjadi dua macam, yaitu berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Lihat Shalih ibn Ghanim, Al-Qawaid al-Kubra Riyadl Dar Belensiah, tt, hlm. 335. 5 Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual Surabaya Khalista. 2009, hlm. 274. 6 Wahbah az-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami Beirut Dar al-Fikr, 1986, hlm. 828. 7 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I Bandung Risalah, 1985, hlm. 133. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 191 1. Tradisi yang berdasarkan syaraโ€™, yakni tradisi yang dikuatkan oleh dalil syarโ€™i, seperti dalam wujud kewajiban atau kesunatan, atau yang dinafikan oleh syaraโ€™ seperti dalam wujud keharaman atau kemakruhan. Bila berbentuk wajib atau sunnah harus dan baik melakukannya. Dan yang berwujud haram dan makruh harus meninggalkannya. 2. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, tetapi syaraโ€™ tidak membuat ketetapan apapun, tidak melarang dan tidak menyuruh. Contohnya, โ€œperingatan hari besar nasionalโ€. Maka hal tersebut diserahkan kepada budaya dan maslahah dari masing-masing daerah. Apakah akan melakukannya atau Dalam lintasan sejarahnya, dialektika Islam dan tradisi kultural ini telah melahirkan wajahโ€™ Islam yang bervariatif. Mulai dari varian Islam yang berskala lokal, semisal Islam Jawa, Islam Sasak, Islam Madura, dan seterusnya, hingga dalam ranah yang lebih besar seperti Islam Arab, Islam Iran, Islam Cina, Islam Amerika, Islam Indonesia, dan sebagainya yang masing-masing memiliki bangunan kebenaran sendiri-sendiri. Munculnya varian-varian Islam semacam ini tentu merupakan hal yang tak bisa terelakkan. Seperti dikatakan John L. Esposito ketika mengamati masalah relasi Islam dan budaya lokal di Asia Tenggara, bahwa antara Islam sebagai sistem kepercayaan dan budaya lokal adat memiliki keterikatan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Hubungan keduanya seperti zat dan Wajar bila kemudian, ketika Islam berkembang, ia tidak akan pernah betul-betul sama dari satu tempat ke tempat lainnya atau dari satu waktu ke waktu yang Seperti di Indonesia, Jawa khususnya, akan ditemukan model Islam yang sangat khas dan berbeda dengan yang ada di Arab selaku tempat kelahirannya. Ada tradisi berupa ritus-ritus yang biasa dilakukan dari sejak bayi dalam kandungan, pasca kelahiran, perkawinan hingga kematian dan pasca kematian. Misalnya ada upacara mitoni, yaitu selamatan pada saat kehamilan mencapai tujuh bulan, upacara puputan, selamatan pada saat sisa 8 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah, hlm. 211. 9 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah, hlm. 217. 10 Zainul Milal Bizawie, โ€œDialektikaTradisi Kultural..., hlm. 35. 192 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 tali pusar bayi lepas, upacara midodareni, selamatan yang dilakukan di kediaman calon mempelai wanita pada malam upacara pernikahan untuk menebus kembar mayang oleh calon suami, upacara tahlilan dan yasinan yang dilaksanakan sejak hari pertama kematian hinga hari ke tujuh, dan banyak lagi ritus-ritus lainnya yang sama sekali tidak pernah ada precedence sebelumnya baik dari Rasulullah Muhammad saw. maupun para sahabatnya. Berbagai rekonsiliasi atau bahkan mungkin akulturasi ini, meminjam bahasa Gus Dur, adalah sebuah โ€œpribumisasi Islamโ€. Yakni sebuah usaha untuk melakukan rekonsiliasi Islam dengan kekuatan-kekuatan budaya lokal, supaya ia tidak hilang. Sebab dengan beginilah wajah Islam sebagai agama yang rahmatan li al-alamin, agama yang mempunyai apresiasi tinggi terhadap tradisi, akan terlihat. C. Pergumulan Nabi Islam dan Tradisi Kultural Arab Khalil Abdul Karim, seorang pemikir asal Mesir, menyatakan bahwa banyak hal yang terkait dengan tradisi kultural lokal Arab pra-Islam yang diadopsi dan diakomodir untuk kemudian dijadikan sebagai bagian dari doktrin keagamaan Islam. Hasanuddin Hasymi, seperti dikutip Abu Hapsin, juga menyatakan hal yang sama. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa al-Qurโ€™an maupun ijtihad Nabi Muhammad saw. tidak menghapus semua budaya yang telah mengakar dalam prikehidupan bangsa Arab. Yang dilakukan Nabi justru melakukan akulturasi dan inkulturasi dengan budaya setempat yang lebih memungkinkan adanya penerimaan masyarakat secara inklusif terhadap Islam. Kebanyakan hukum-hukum yang menyangkut perdata dan pidana, seperti biasa ditemukan dalam berbagai kitab fiqh, merupakan keberlanjutan dari hukum-hukum yang telah ada sebelum Islam. Di antara pranata sosial tersebut ada yang diterima secara total, ada yang diterima dengan modifikasi dan ada yang ditolak. Namun khusus untuk bidang muโ€™amalah dan pranata sosial kebanyakan diterima dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Tradisi haji misalnya. Sebelum kehadiran Islam, aktivitas ini dalam setiap~ tahunnya sudah dilaksanakan masyarakat Arab . Ka'bah di kota Makkah merupakan tempat yang selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat 11 Mochammad Muโ€™izzuddin, โ€œKontribusi Dialek Quraisy Dan Dialek Tamim Terhadap Bahasa Arab Fushha Kajian Sosio-Psikolinguistikโ€ dalam http// Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 193 Arab setiap tahunnya untuk melaksanakan ibadah haji dan mensucikan berhala-berbala mereka yang terdapat di sekitar Ka'bah. Bahkan, Kaโ€™bah yang ada di Makkah ini bukan hanya diziarahi oleh suku-suku Arab, tetapi juga banyak dikunjungi oleh umat Yahudi dan Nasrani dari luar Begitu juga dalam hal berkabung karena kematian. Pada zaman Nabi dan para sahabatnya dulu, sudah ada budaya dan tradisi lokal Arab dalam tata cara berkabung apabila seseorang ditinggal mati oleh keluarganya. Wanita-wanita biasanya menangis histeris, menyakiti badan mereka, merobek-robek pakaian mereka dan lain sebagainya. Kemudian tradisi tersebut sebagian ditolelir oleh Islam, tetapi lainnya secara bertahap dihilangkan. Boleh menangis tetapi dilarang menjerit-jerit histeris sambil menyakiti badan atau merobek pakaian niyahah, boleh bersedih tetapi dilarang berlarut terlalu lama. ๎€Ÿ ๎ƒด๎— ๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒบ๎‚ป ๎ƒ๎‚ฅ ๎‹ ๎ƒฎ๎€ธ ๎ƒฐ๎€” ๎‚ฟ๎‡ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒด๎‚Ÿ ๎ƒ๎‚ฅ ๎‹ ๎ƒฎ๎€œ ๎ƒƒ๎€’ื ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ ๎ƒด๎—๎…๎ƒด๎€ผ ๎ƒฎ๎€‰๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎‚น๎ƒฒ๎™๎ƒฐ๎‚๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ฌ ๎ƒด๎€” ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒต๎Œ ๎ƒฐ๎€• ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ข ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎ฑ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡๎€’ ื๎€Ÿ ๎ซ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒท๎ฌ ๎ƒด๎€˜ ๎ƒถ๎ƒ๎€’ื๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ๎‹ ๎ƒฎ๎€„ ๎‚ฟ๎‡ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ ๎‚บ ๎ƒฎ๎ช ๎ƒƒ๎€๎ƒฎ๎€Š ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎‚ ๎ƒฎ๎‚ฃ ๎‹๎ƒฎ๎€˜๎ƒฏ๎€๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎— ๎ƒฐ๎€ผ๎ƒฎ๎€‰๎€Ÿ ๎ซ๎‚ฟ๎€ ๎ƒฎ๎€™ ๎ƒฐ๎€Š ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎„๎ƒฐ๎ƒ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฌ๎ƒด๎ฐ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒต๎‚ฃ๎ช๎ƒฏ๎€ผ๎ƒฐ๎€ž๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒด๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎‚พ๎‚ฉ๎‹๎’๎€๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€ƒ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒด๎—๎ƒฐ๎€ผ๎ƒฎ๎€‰๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒต๎‚ฒ๎ƒฐ๎ช ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฐ๎€‡ ๎ƒถ๎™ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒด๎— ๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ก ๎ƒฎ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ ๎ƒฏ๎‚ฃ ๎ช ๎ƒฏ๎€ผ ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎…๎ƒฎ๎‚ต๎ช๎ƒฏ๎€‰๎ƒฎ๎‚ฅ๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎€–๎€Ÿ๎‹๎‚ฟ๎€’๎€Ÿื๎ช๎ƒ€๎€’๎‹๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ซ๎ƒฎ๎€น๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฐ๎—๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€ฟ๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎ƒด๎๎ƒฐ๎€•๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒด๎๎ƒฎ๎…๎ƒด๎€Š๎‹๎‚ฟ๎€Ž๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ๎ƒฎ๎—๎ƒฎ๎€†๎ƒฎ๎ช๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฆ ๎ƒฎ๎€ˆ ๎ƒฎ๎‚ฃ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒถ๎‚๎‚ฟ๎ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎ง ๎ƒฏ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฌ๎ƒด๎ฐ ๎ƒฎ๎‚ฅ๎€Ÿ๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒบ๎ฌ ๎ƒด๎€˜ ๎ƒถ๎ƒ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚• ๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎ƒฏ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ถ ๎ƒฐ๎ช ๎‚ฟ๎€ฟ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎‚บ ๎‚ฟ๎‚— ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒถ๎‚ ๎‚ฟ๎๎‚ฟ๎€๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎๎ƒฎ๎€‰๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ ๎ซ๎’๎๎ƒฎ๎ฑ๎€Ÿ๎ƒท๎ฌ๎ƒด๎€˜๎ƒถ๎ƒ๎€’ ื ๎€Ÿ๎ซ ๎‚ฟ๎€๎ƒฎ๎€˜๎‚ฟ๎€๎€Ÿื๎ƒฐ๎ช๎‚ฟ๎€๎ƒฎ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒฎ๎ง๎’๎๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚œ๎ƒบ๎˜๎ƒฎ๎€ผ๎ƒฏ๎€–๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒด๎€๎‚ฟ๎€’๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎Œ๎ƒƒ๎๎‚ฟ๎€ฟ๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒ๎‚ท๎ƒฐ๎š๎ƒฏ๎€œ๎ƒด๎€ƒ๎€Ÿ๎‹๎‚ฟ๎€’๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎…๎ƒฎ๎€ผ๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒ๎ก๎ƒฐ๎€“๎ƒฎ๎—๎ƒด๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚œ ๎ƒบ๎˜ ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฏ๎€– ๎€Ÿ ๎‹ ๎‚ฟ๎€’ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎ƒ๎‚™ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎ช ๎ƒฏ๎€ผ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฐ๎€ž ๎ƒฎ๎€„ ๎€Ÿ ๎‹ ๎‚ฟ๎€’ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ฟ ๎‚ฟ๎€๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎‹ ๎ƒฎ๎€Š ๎‚ฟ๎‚— ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ื ๎ƒฎ๎˜ ๎ƒฎ๎„ ๎ƒด๎€ƒ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฌ ๎ƒด๎ฐ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎™ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎‹ ๎‚ฟ๎€‘ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒด๎ ๎ƒฐ๎€• ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒด๎‚• ๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎ƒฏ๎€˜ ๎ƒด๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚œ ๎ƒถ๎˜ ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฏ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎Ž ๎ƒบ๎… ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎ƒ๎‚™ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ง ๎ƒฎ๎€‡ ๎ƒฐ๎™ ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎‚น ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒด๎€” ๎‹ ๎ƒฎ๎€ž ๎ƒด๎€’ ๎€Ÿ ๎ซ ๎‚ฟ๎€’ ๎ƒ๎‚™๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚œ๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€น๎ƒด๎‚œื๎ƒฎ๎™๎ƒท๎€™๎€’๎‹๎ƒด๎€ƒ๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€š๎ƒฐ๎€œ๎ƒฎ๎€–๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎‚๎ƒฎ๎‚ฅ๎‹๎ƒฎ๎€›๎ƒด๎€œ๎ƒƒ๎€’๎‹๎ƒด๎€ƒ๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€“๎ƒฐ๎™๎ƒฎ๎€–๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎€ธ๎ƒฎ๎€ผ๎ƒƒ๎€’๎‹๎ƒด๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎…๎ƒด๎€ Dari Ibn Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah meninjau Sa'ad bin Ubadah dan besertanya Abdur Rahman bin Auf, Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum. Kemudian Rasulullah menangis. Ketika orang-orang sama mengetahui tangisnya Rasulullah maka merekapun menangislah. Selanjutnya beliau bersabda "Adakah engkau semua tidak mendengar? Sesungguhnya Allah itu tidak akan menyiksa sebab adanya air mata yang mengalir di mata, tidak pula karena kesusahan hati, tetapi Allah menyiksa itu ialah dengan sebab perbuatan ini 12 Abu Hapsin, โ€œIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaโ€ dalam http// 194 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 ataupun Allah memberikan kerahmatannya." Beliau menunjuk kepada lisannya. Sesungguhnya mayit akan disiksa sebab ditangis keluarganya. Kemudian Umar memukulkan sebuah tongkat, melemparkan suah batu dan menaburkan Ritus Islam lain yang juga bermula dari tradisi masyarakat Arab pra-Islam bisa dilihat dari tradisi penghormatan terhadap bulan-bulan tertentu yang dalam al-Qurโ€™an disebut dengan arbaโ€™atu hurum. Bulan-bulan dimaksud adalah bulan Dzulqaโ€™dah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajab. Dalam rentang waktu tiga bulan pertama, masyarakat Arab pra Islam menjadikannya sebagai waktu untuk berhaji, sementara bulan Rajab mereka manfaatkan untuk ibadah umrah. Itulah karenanya mereka mendeklarasikan bahwa pada bulan-bulan tersebut tidak boleh ada peperangan. Ketika Islam datang, tradisi pensucian keempat bulan itu pun dilanjutkan sebagaimana terekam dalam al-Qurโ€™an, surat al-Taubah 36. ๎ƒฎ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒด๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ช ๎ƒฐ๎‚ฅ ๎” ื ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎‚ž ื ๎ƒฎ๎‚น ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒถ๎€ž ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ค ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ˆ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ถ ๎ƒฐ๎ช ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒด๎‚œ ๎‹ ๎ƒฎ๎€™ ๎ƒด๎€‘ ๎€Ÿ ๎ฌ ๎ƒด๎€ ๎€Ÿ ื ๎ƒฑ๎™๎ƒฐ๎„๎ƒฎ๎€Š๎€Ÿ๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎€ท๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฐ๎€…ื๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฎ๎—๎ƒฐ๎ƒ๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒ๎‚ฅ๎ช๎ƒฏ๎„๎ƒท๎€ท๎€’ื๎€Ÿ๎‚ฟ๎‚๎ƒถ๎—๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒถ๎‚ท๎ƒ๎‚™๎€Ÿ๎‹๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎‚๎‚ฟ๎€‘๎€Ÿ๎‚ผ๎๎’๎€๎‹๎‚ฟ๎€‘๎€Ÿ๎ƒฎ๎€ฎ๎ƒด๎€‘๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€ท๎ƒฏ๎‚๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿื๎ช๎ƒ€๎๎ƒด๎€„๎‹๎‚ฟ๎€๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒฐ๎ง๎ƒ€๎€๎ƒฎ๎€ž๎ƒ€๎€พ๎ƒฐ๎€”๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒถ๎จ๎ƒ๎„๎…๎ƒด๎€๎€Ÿื๎ช๎ƒฏ๎‚ ๎ƒด๎ ๎ƒƒ๎€ป ๎ƒฎ๎€„ ๎€Ÿ ๎ต๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ง ๎ƒณ๎ƒด๎… ๎‚ฟ๎€ฟ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ ๎€– ๎ƒณ๎ƒด๎— ๎€’ื ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎ฅ ๎ƒด๎€’ ๎ƒฎ๎‚ค๎€Ÿ ๎ƒฒ๎‚ถ ๎ƒฏ๎™ ๎ƒฏ๎€‡ ๎€Ÿ ๎‚ฝ๎ ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฎ๎€ƒ๎ƒฐ๎‚ฅ ๎‚ฟ๎‚—๎‚ฟ๎€ฟ๎ƒฏ๎€–๎€Ÿ๎ƒฐ๎ง๎ƒ€๎€๎ƒฎ๎€”๎ช๎ƒ€๎๎ƒด๎€„๎‹๎€Ÿ๎ƒฎ๎€ฎ๎ƒด๎€ฟ๎ƒถ๎€™๎ƒฏ๎‚๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฎ๎ก๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒถ๎‚ท๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿื๎ช๎ƒฏ๎‚๎‚ฟ๎๎ƒฐ๎€ื๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎‚ผ๎๎’๎€๎‹๎‚ฟ๎€‘ูฃูฆ๎€Ÿ๎€Ÿโ€œSesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang Demikian halnya dengan tradisi puasa Asyuraโ€™. Sebagaimana diceritakan Aisyah, bahwa masyarakat Quraiys Arab sebelum kedatangan Islam telah terbiasa berpuasa Asyuraโ€™ 10 Muharram. ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื ๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฌ๎ƒด๎ฐ๎ƒฎ๎‚ฅ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€ท๎ƒด๎ฏ๎‹๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ๎… ๎ƒด๎€ƒ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎‚ฟ๎‚๎ƒฎ๎‚น๎ƒฐ๎™๎ƒฏ๎€๎€Ÿ ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ ๎ƒ๎‚ถ๎‹ ๎ƒฎ๎€ท ๎ƒด๎€•๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒต๎ฅ๎ƒด๎€’๎‹๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎‚๎‚ฟ๎๎ƒฐ๎€ž๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฏ๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ต ๎ช ๎ƒฏ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎‹ ๎‚ฟ๎€‘ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ ๎ƒถ๎… ๎ƒด๎ ๎ƒด๎€• ๎‹ ๎ƒฎ๎€› ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ฌ ๎ƒด๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎œ ๎ƒฐ๎€– ๎ƒฎ๎™ ๎ƒ€๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฏ๎€“ ๎ช ๎ƒฏ๎€ธ ๎ƒฎ๎€„ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚• ื ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎ช ๎ƒฏ๎€Š ๎‹ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ถ ๎ƒฐ๎ช ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎‹ ๎‚ฟ๎€‘ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎Ž ๎‚ฟ๎€’ ๎‹ ๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎ง๎’๎๎ƒฎ๎€‰13 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 1221 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 14 QS. al-Taubah 36. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 195 ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎‚๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚•ื ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎ช ๎ƒฏ๎€Š ๎‹๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ถ ๎ƒฐ๎ช ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎‚ด ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€„ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ท ๎‹ ๎ƒฎ๎€น๎ƒฎ๎€“ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ช ๎ƒ๎™ ๎ƒ€๎€ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒถ๎‚ ๎‚ฟ๎ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒด๎€“ ๎‹๎ƒฎ๎… ๎ƒด๎€ธ ๎ƒด๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎€“ ๎‚ฟ๎‚— ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฎ๎€“๎‹ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎ƒ ๎€–๎ƒด๎— ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ถ ๎ƒด๎—๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎‹๎ƒถ๎‚ ๎‚ฟ๎ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฏ๎€“ ๎ช๎ƒฏ๎€ธ ๎ƒฎ๎€–๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚•๎‹๎ƒฎ๎€Š๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ ๎‚ฟ๎€‘ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€„ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚• ๎‹ ๎ƒฎ๎€Š ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€“ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฎ๎€“ ๎‹ ๎ƒฎ๎ฑ Dari Hisyam Ibn Urwah dari ayahnya, bahwa โ€™Aisyah ra. berkata โ€Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa โ€™Asyura. Rasulullah saw. juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau saw. melakukan puasa tersebut dan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa โ€™Asyura. Lalu beliau mengatakan Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya tidak berpuasa.โ€15 Bukan hanya suku Quraiys, umat Yahudi Madinah pun juga berpuasa Asyuraโ€™. Mereka meyakini pada bulan ini Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Karena itu kemudian mereka memuliakan dan menetapkan tanggal 10 Muharram/Asyuraโ€™ untuk berpuasa sebagai wujud syukur atas pertolongan Allah tersebut. ๎ƒด๎— ๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒท๎ฌ ๎ƒด๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‚พ๎™ ๎ƒฐ๎… ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฏ๎€† ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒด๎— ๎… ๎ƒด๎€ผ ๎ƒฎ๎€‰ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒท๎ฌ ๎ƒด๎€” ๎‹ ๎ƒฎ๎…๎ƒด๎€™ ๎ƒฐ๎€ ๎ƒถ๎€ž ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚œ ๎ช ๎ƒท๎€– ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚ท๎‹๎ƒฎ๎…๎ƒƒ๎€พ๎ƒฏ๎€‰๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎ƒด๎—๎ƒฎ๎‚๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ถ๎ƒด๎—๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒถ๎‚๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ๎ƒฎ๎ง๎’๎๎ƒฎ๎€‰๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ซ๎’๎๎ƒฎ๎ฑ๎€Ÿ๎ƒถ๎ฌ๎ƒด๎€˜๎ƒถ๎ƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒถ๎‚ท๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฌ๎ƒด๎ฐ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎‚พ๎‚ง ๎‹ ๎ƒถ๎€˜ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎… ๎ƒด๎€ƒ ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฐ๎ง๎ƒฏ๎€•๎ƒฎ๎—๎ƒฎ๎€†๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎ƒ๎€–๎ช ๎ƒฏ๎€“ ๎ช ๎ƒฏ๎€ธ ๎ƒฎ๎€–๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‚–๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ณ๎ƒฎ๎™๎ƒƒ๎€Ž๎‚ฟ๎‚—๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ซ๎ƒฎ๎€‰๎ช๎ƒฏ๎€“๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎…๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ซ๎ƒถ๎€›๎ƒฎ๎€”๎€Ÿ๎ƒฒ๎‚ถ๎ƒฐ๎ช๎ƒฎ๎€–๎€Ÿ๎ƒฎ๎ช๎ƒฏ๎€•๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒฒ๎ง๎…๎ƒด๎€ป๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒฒ๎‚ถ๎ƒฐ๎ช ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ื ๎ƒฎ๎˜ ๎ƒฎ๎€• ๎€Ÿ ื ๎ช ๎ƒ€๎€’ ๎‹๎‚ฟ๎€ฟ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚• ื๎ƒฎ๎‚ฅ ๎ช ๎ƒฏ๎€Š ๎‹ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ฌ ๎ƒด๎ƒ ๎ƒฐ๎€ผ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฑ๎€“๎ƒฐ๎ช๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท๎ƒด๎ฉ ๎ƒด๎€“ ๎‹ ๎ƒฎ๎… ๎ƒด๎€ธ ๎ƒด๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€“ ๎‚ฟ๎‚— ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฎ๎€“ ๎‹ ๎ƒฎ๎€ธ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎ง ๎ƒฏ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒด๎€“ ๎€Ÿ ๎ซ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ช ๎ƒฏ๎‚ ๎ƒด๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ซ ๎‚ฟ๎€’ ๎ƒฐ๎‚น ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€” ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€ฟ๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎ƒด๎€’๎€Ÿื๎ƒฑ๎™๎ƒƒ๎€๎ƒฏ๎€Š๎€Ÿ๎ซ๎ƒฎ๎€‰๎ช๎ƒฏ๎€“๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ถ๎‹๎ƒฎ๎€ธ๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ท๎ƒฐ๎ช๎ƒฎ๎€๎ƒฐ๎™๎ƒด๎€ Dari Ibn Abbas ra. bahwa Nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu Asyuraa 10 Muharram. Mereka berkata, โ€œ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, โ€œSaya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.โ€ Maka beliau berpuasa dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.โ€16 Selain tradisi yang terkait dengan ritus, Islam juga banyak melakukan adopsi hukum-hukum baik pidana maupun perdata. Nikah, misalnya, dalam tradisi Arab pra-Islam merupakan lembaga yang sah untuk menyatukan laki-15 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 1863 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 16 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 3145 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 196 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 laki dan perempuan dalam ikatan keluarga. Banyak ragam pernikahan yang telah menjadi tradisi masyarakat Arab, seperti perkawinan mutโ€™ah,17 al-syighar,18 al-tah}li>l,19 dan lain sebagainya. Namun beberapa model perkawinan ini ditolak oleh Nabi baca Islam karena tidak sejalan dengan nilai-nilai kehormatan wanita. Sebagaimana diriwayatkan Al-Bukha>ri> dan Muslim dalam kitab S}}ahi>h-nya, bahwa Nabi melarang pernikahan al-syighar. ๎ƒฏ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚ฅ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎‚๎ƒฏ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฌ ๎ƒด๎ฐ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ื๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‚พ๎ก ๎ƒด๎€ ๎‹๎ƒฎ๎€” ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‚ฝ๎ฅ๎ƒด๎€’๎‹๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎€”๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎€˜๎ƒฐ๎€ˆ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฃ๎ƒฏ๎€‰๎ช๎ƒฏ๎€–๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฏ๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎ช๎ƒฎ๎€ฝ ๎ƒบ๎€ท ๎€’ ื ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒ๎‚ฅ ๎‹ ๎ƒฎ๎€ฝ ๎ƒบ๎€ท ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ซ ๎ƒฎ๎„ ๎ƒฎ๎€” ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฎ๎€† ๎ƒบ๎‚น ๎ƒฎ๎š ๎ƒฏ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎‚ท๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ซ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ๎ƒฎ๎€™ ๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฐ๎€ƒื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฆ ๎ƒฏ๎€† ๎ƒถ๎™ ๎€’ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒบ๎‚น ๎ƒฎ๎š ๎ƒฏ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ฅ ๎‹๎ƒฒ๎‚ณื๎ƒฎ๎—๎ƒฎ๎ฑ๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎‚๎ƒฏ๎„๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฐ๎…๎ƒฎ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒฎ๎›๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎ƒฎ๎€™๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฐ๎€ƒื๎€Ÿ๎ƒฏ๎™๎ƒฎ๎€ˆ๎†๎ƒƒ๎€’ื Dari Nafiโ€™, dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan syighar, yakni pernikahan di mana seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki, dengan imbalan laki-laki itu memberikan pula anak perempuannya dan tidak ada mahar di antara ื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‚พ๎ก ๎ƒด๎€ ๎‹๎ƒฎ๎€” ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚œ ๎ช ๎ƒท๎€– ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎™ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฐ๎€ผ ๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€” ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒ๎‚ณ ื ๎ƒถ๎‚ฆ ๎ƒถ๎™ ๎€’ ื ๎€Ÿ๎ƒฏ๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎‚พ๎ก๎ƒด๎€ื๎ƒฎ๎‚ฅ๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒฏ๎—๎ƒถ๎‚๎ƒฎ๎€œ๎ƒฏ๎€“๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎‚น๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎ƒ๎‚ถ๎‹๎‚ฟ๎๎ƒฐ๎€‰๎ƒ๎‰๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ฅ๎‹๎ƒฎ๎€ฝ๎ƒด๎€Š๎€Ÿ๎‹๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎ง๎’๎๎ƒฎ๎€‰๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ซ๎’๎๎ƒฎ๎ฑ๎€Ÿ๎ƒถ๎ฌ๎ƒด๎€˜๎ƒถ๎ƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒถ๎‚ท๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎‚๎ƒฏ๎€ Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. bersabda โ€œTidak ada pernikahan syigar dalam Islam.โ€21 17 Yaitu pernikahan yang dalam akad ditetapkan masa berlakunya untuk waktu tertentu kontrak. 18 Yaitu seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya atau saudara perempuannya dengan laki-laki lain tanpa menerima mahar, tetapi dengan imbalan laki-laki itu memberikan pula anak perempuan atau saudara perempuannya tukar-menukar anak atau saudara perempuan. 19 Yaitu suatu perkawinan antara laki-laki dan wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dengan tujuan untuk menghalalkan kembali pernikahan antara wanita dengan bekas suaminya setelah dia ditalak oleh suaminya yang kedua. 20 Al-Bukha>ri>, S}h}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 4720 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 21 Muslim, S}ah}i>h Muslim, No. 2539 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 197 Begitu pun dengan pernikahan al-tah}li>l dan mutโ€™ah Nabi secara tegas juga melarangnya. Beliau berkata ๎ƒƒ๎€ ๎ƒด๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ถ ื ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฐ๎€• ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎‚ ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎‚พ๎• ๎ƒด๎€’ ๎‹ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฐ๎€“ ๎ƒฎ๎‚ฆ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‚พ๎™ ๎ƒด๎€“ ๎‹ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ช ๎ƒฏ๎€ƒ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡ ๎€Ÿ ๎‚พ๎‚ฅ ๎‹ ๎ƒถ๎€ท ๎ƒฎ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎— ๎ƒถ๎‚ ๎ƒฎ๎€œ ๎ƒฏ๎€“ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€“๎ƒ๎™๎ƒฎ๎€œ ๎ƒฏ๎‚ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ต ๎ช ๎ƒฏ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎จ ๎ƒฎ๎€ผ ๎‚ฟ๎€’ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎‚พ๎‚ง๎‹๎ƒถ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎€ƒื๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎€๎ƒฏ๎ฉ๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฆ๎’๎๎ƒฎ๎€œ๎ƒฏ๎‚๎ƒƒ๎€’ื๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฆ๎€ด๎ Dari I bn A bbas, dia berka ta b ah wa R asu lu lla h sa w Rasulullah melaknat muhallil dan muhlallal ื๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎‚๎ƒฏ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒ๎š๎€–๎ƒ๎š๎ƒฎ๎€ผ๎ƒƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฏ๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€ƒ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎‚พ๎™๎ƒฐ๎…๎ƒฎ๎‚๎ƒฏ๎€”๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒด๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒฏ๎—๎ƒถ๎‚๎ƒฎ๎€œ๎ƒฏ๎€“๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎…๎ƒด๎€ƒ๎ƒถ๎™๎€’๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒฏ๎ก๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ฟ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒ๎‚ต ๎ช ๎ƒฏ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ก ๎ƒฎ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎‹ ๎‚ฟ๎€‘ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒถ๎€” ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ ๎‹ ๎ƒฎ๎€ƒ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒท๎ฌ ๎ƒด๎ƒ ๎ƒฎ๎„ ๎ƒฏ๎€› ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎‚ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€‰๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎„๎ƒท๎€–๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎‹๎ƒด๎€’๎ƒฎ๎‚ค๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ถ๎ƒถ๎™๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ƒฐ๎—๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒถ๎‚ท๎ƒ๎‚™๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎‚•๎‹๎ƒฎ๎€ž๎ƒบ๎ƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒด๎€“๎€Ÿ๎ƒ๎‚ญ๎‹๎ƒฎ๎€™๎ƒฐ๎‚๎ƒด๎€™๎ƒฐ๎€‰๎‹๎ƒด๎€’ื๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒฐ๎ง๎ƒ€๎€๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ๎ƒฏ๎Ž๎ƒฐ๎€”๎ƒด๎‚ค๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฏ๎Ž๎ƒฐ๎ƒ๎ƒ€๎€‘๎€Ÿ๎ƒฐ๎—๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ฌ๎ƒบ๎€”๎ƒ๎‚™๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚ง๎‹๎ƒถ๎ƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒ๎‚ถ๎ƒฐ๎ช๎ƒฎ๎€–๎€Ÿ๎ซ๎‚ฟ๎€’๎ƒ๎‚™๎€Ÿ๎‚ฟ๎ฅ๎‹๎ƒฑ๎€—๎ƒฐ๎…๎ƒฎ๎€Š๎€Ÿ๎ƒถ๎จ๎ƒฏ๎€•๎ช๎ƒฏ๎‚๎ƒฏ๎€™๎ƒฐ๎…๎ƒฎ๎€„๎‚–๎€Ÿ๎‹๎ƒถ๎‚๎ƒด๎€“๎€Ÿื๎‚น๎ƒฏ๎˜๎ƒฏ๎€ˆ๎ƒƒ๎‡๎ƒฎ๎€„๎€Ÿ๎‹๎‚ฟ๎€’๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎‚ฟ๎๎…๎ƒด๎€˜๎ƒฎ๎€‰๎€Ÿ๎ƒบ๎ฆ๎ƒฎ๎€๎ƒฏ๎…๎ƒƒ๎๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฒ๎‚•๎ƒฐ๎ฌ๎ƒฎ๎€Š๎€Ÿ๎ƒถ๎จ๎ƒฏ๎„๎ƒฐ๎ƒ๎ƒด๎€“๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚ธ๎ƒฎ๎—๎ƒฐ๎ƒ๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ท๎‹๎‚ฟ๎€‘๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒฎ๎‚๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒด๎๎ƒฎ๎€“๎‹๎ƒฎ๎…๎ƒด๎€ฟ๎ƒƒ๎€’ื โ€ฆMenceritakan kepadaku al-Rubaiโ€™ Ibn Sairah al-Juhani bahwa ayahnya telah bercerita kepadanya bahwa dia bersama Rasulullah, kemudian beliau bersabda โ€œHai manusia, sesungguhnya saya pernah mengizinkan kamu sekalian untuk mengawini wanita secara mutโ€™ah. Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal itu nikah mutโ€™ah sampai hari kiamat. Barang siapa yang saat ini ada dari kalangan para istrinya yang dikawini secara mutโ€™ah maka hendaklah dibatalkan akadnya. Janganlah kamu sekalian mengambil kembali apa yang telah kamu berikan kepada mereka para istri yang telah kamu kawini secara mutโ€™ah itu.โ€23 Di antara model nikah masyarakat Arab pra Islam yang diterima dan kemudian dilanjutkan adalah nikah baโ€™ulah. Yakni, model pernikahan yang diawali oleh pihak laki-laki mengajukan pinangan terlebih dahulu yang biasanya dilakukan oleh ayahnya sendiri, pamannya, kakaknya atau boleh langsung dilakukan oleh calon mempelai. Pada saat nikah kemudian disyaratkan ada pernyataan ijab dan qabul. Pada saat pelaksanaan ikah mas kawin merupakan persyaratan yang mutlak harus ada. Setelah terjadi pernikahan, suami bertanggungjawab untuk pengadaan rumah serta 22 Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, No. 1924 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 23 Muslim, S}ah}i>h Muslim, No. 2502 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 198 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 kebutuhan hidup lainnya. Kalau kelak memiliki keturunan, maka keturunan itu harus dinisbatkan kepada Disamping tadisi ritus dan pranata sosial, tradisi kultural yang tidak kalah mendapat perhatian Nabi adalah tradisi menggubah syair. Jamak diketahui, masyarakat Arab pra Islam adalah masyarakat yang kental akan tradisi syair-menyair. Syair pada masa Arab jahiliyah mempunyai tempat yang tinggi. Dengan syair orang arab biasanya menyampaikan ide-idenya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadikan syair sebagai mata pencaharian untuk mendapatkan kekayaan yang berlimpah. Rasulullah Muhammad, yang notabene adalah bagian dari masyarakat Arab itu sendiri pernah mengkritik terkait persoalan syair ini. Seperti dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari, beliau menyatakan bahwa lebih baik mulut seseorang itu penuh dengan nanah ketimbang penuh dengan puisi. ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎„ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฌ ๎ƒด๎ฐ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฏ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‚พ๎ง ๎ƒด๎€’ ๎‹ ๎ƒฎ๎€‰ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ€๎๎‚ฟ๎ ๎‚ฟ๎€ป ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€‡ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€” ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ซ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ช ๎ƒฏ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎— ๎ƒฐ๎… ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฏ๎€ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡๎ƒด๎ ๎ƒฎ๎€™ ๎ƒฐ๎‚ ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒด๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎‚ฟ๎€’ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎™ ๎ƒฐ๎… ๎ƒฎ๎€ˆ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฑ๎€œ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎ง ๎ƒ€๎€‘ ๎ƒด๎— ๎ƒฎ๎€‡ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ฒ ๎ƒฐ๎ช ๎ƒฎ๎€† ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎Š ๎ƒด๎ ๎ƒฎ๎€™ ๎ƒฐ๎‚๎ƒฎ๎€–๎€Ÿ๎ƒฐ๎‚ท๎‚ฟ๎‡๎‚ฟ๎€’๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎ง๎’๎๎ƒฎ๎€‰๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ซ๎’๎๎ƒฎ๎ฑ๎€Ÿ๎ƒบ๎ฌ๎ƒด๎€˜๎ƒถ๎ƒ๎€’ื๎ƒฐ๎€ผ ๎ƒด๎€Š ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎Šื๎ƒฑ๎™ Dari Ibn Umar dari Rasulullah saw, beliau bersabda โ€œLebih baik mulutmu diisi nanah daripada diisi syair puisi.25 Kritik atau pelarangan Nabi atas syair dalam hadis ini menurut Syuhudi Ismail sebenarnya lebih karena sebuah respon atas sebuah kasus yang menimpa Nabi. Secara historis asbab al-wurud hadis ini terkait dengan suatu peristiwa perjalanan Nabi ketika dirinya ada di kota al-Aโ€™raj, sekitar 78 mil dari Madinah. Kota itu merupakan tempat pertemuan berbagai jurusan. Berbagai budaya, antara lain yang berupa syair bertemu di kota ini. Kemudian, Tiba-tiba di hadapan Rasulullah, ada seseorang yang mende-klamasikan sebuah syair. Menurut al-Nawawi, syair yang dideklamasikan itu kemungkinan isinya tidak sopan asusila, atau mungkin penyairnya orang kafir. Karenanya Nabi menyatakan celaan terhadap syair sebagaimana termaktub dalam sabdanya di atas. Oleh karena itu, pelarangan Nabi 24 Abu Hapsin, โ€œIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaโ€ dalam http// 25 Al-Bukha>ri>, S}}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 5688 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 199 terhadap syair dalam konteks ini adalah lebih bersifat responsif terhadap hal yang temporal bukan pelarangan yang bersifat Sebab sejatinya, Nabi sendiri merupakan sosok manusia yang mencintai seni dan menggemari syair. Bahkan, beliau mendorong sahabatnya untuk menyusun dan melantunkan syair. Beliau bangga kalau syair digunakan sebagi alat dakwah dan membuka ajaran Islam. Hal ini dilmaksudkan agar umat Islam mendapat motivasi dan semangat tinggi dalam menjalankan tugas sucinya, berjihad. Seperti dalam sebuah hadis riwayat Ahmad Ibn Hanbal Nabi menyatakan bahwa orang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya. ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื๎€Ÿ ๎ƒด๎— ๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฐ๎€‡ ๎ƒถ๎™ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎—๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ฌ ๎ƒด๎ƒ ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒบ๎‚ป๎ƒ๎™ ๎ƒฐ๎€• ๎ƒท๎š ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎Œ ๎ƒฐ๎… ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฏ๎€Š ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€” ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎‚ท ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฎ๎… ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ช ๎ƒฏ๎€ƒ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€…๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎€Ÿ๎ซ๎ƒฎ๎€„๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎ƒฎ๎š๎ƒฐ๎€”๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€ผ๎ƒบ๎€ท๎€’ื๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ซ๎‚ฟ๎€’๎‹๎ƒฎ๎€ผ๎ƒฎ๎€„๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎‚ฟ๎‚ด๎ƒฎ๎‚ฅ๎‹๎ƒฎ๎€˜๎ƒฎ๎€„๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎ƒฎ๎š ๎ƒฐ๎€” ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎€ฎ ๎ƒด๎€‡ ๎€Ÿ ๎ƒต๎ฅ ๎ƒด๎€’ ๎‹ ๎ƒฎ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎Œ ๎ƒฐ๎€ผ ๎‚ฟ๎€‘ ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒต๎ฅ ๎ƒด๎€’ ๎‹ ๎ƒฎ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒด๎Œ ๎ƒฐ๎€ผ ๎‚ฟ๎€‘๎ƒถ๎ƒ ๎€’ ื๎ƒฐ๎‚๎ƒด๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฐ๎—๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€ผ๎ƒบ๎€ท๎€’ื๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎ƒฎ๎š๎ƒฐ๎€”๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฐ๎—๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ซ๎‚ฟ๎€’๎‹๎ƒฎ๎€ผ๎ƒฎ๎€„๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎‚ฟ๎‚ด๎ƒฎ๎‚ฅ๎‹๎ƒฎ๎€˜๎ƒฎ๎€„๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎ƒ๎‚™ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ฟ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒถ๎ฌ ๎ƒด๎€˜๎€Ÿ๎ƒฎ๎Ž๎ƒด๎ฉ ๎ƒด๎€” ๎‹ ๎ƒฎ๎€ž ๎ƒด๎€’ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒด๎€พ ๎ƒฐ๎… ๎ƒฎ๎€ž ๎ƒด๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎— ๎ƒด๎€• ๎‹ ๎ƒฎ๎€› ๎ƒฏ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎จ ๎ƒด๎€“ ๎ƒฐ๎ˆ ๎ƒฏ๎‚ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎ƒ๎‚™ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ซ๎’๎๎ƒฎ๎ฑ๎€Ÿ๎ƒท๎ฌ๎ƒด๎€˜๎ƒถ๎ƒ๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€ฟ๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎…๎ƒด๎€๎€Ÿ๎‚บ๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎€„๎€Ÿ๎ƒฎ๎ฃ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎€‘๎ƒฎ๎‚น Menceritakan kepadaku Abd al-Rahman Ibn Abdillah Ibn Kaโ€™ab, sesungguhnya Kaโ€™ab Ibn Malik ketika Allah menurunkan ayat 69 dari surat Yasin27 tentang syiโ€™ir kemudian Nabi datang dan bersabda โ€œSesungguhnya Allah menurunkan ayat tentang syiโ€™ir yang sungguh telah kalian ketahui dan lihat. kemudian Nabi juga bersabda Bahwasannya orang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya.โ€28 Ibnu Hajar dalah kitab syarah-nya menceritakan bahwa pada satu waktu Nabi pernah mendengarkan sahabatnya mendendangkan sebuah syair dan cerita jahiliah. Tetapi, beliau membiarkannya dan hanya tersenyum saja. Cerita Ibn Hajar ini salah satunya bisa ditemukan dalam hadis riwayat al-Tirmizi berikut ini. 26 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Jakarta Bulan Bintang, 1994, hlm. 60-61. 27 ๎ƒฒ๎€ฎ ๎ƒด๎€˜ ๎ƒฏ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎‚ท ๎‚– ๎ƒฐ๎™ ๎ƒ€๎€ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎™ ๎ƒƒ๎€‘ ๎ƒด๎‚ค ๎€Ÿ ๎ด ๎ƒ๎‚™ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ช ๎ƒฏ๎€• ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎‚ท ๎ƒ๎‚™ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎‚ฟ๎€’ ๎€Ÿ ๎ฌ ๎ƒด๎€ฝ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎ƒ ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€“ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฐ๎€ผ ๎ƒณ๎ƒด๎€ท๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฏ๎‚ธ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฐ๎‚๎’๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎€“๎ƒฎ๎‚น 28 Ah}mad ibn H}anbal, Musnad Ah}mad, No. 15225 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 200 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 ๎ƒฎ๎€‰ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒ๎™ ๎ƒด๎€ƒ ๎‹ ๎ƒฎ๎€† ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒต๎‚ด ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒด๎€‰ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎‚ฝ๎ฅ ๎€– ๎ƒ๎™ ๎ƒฎ๎€Š๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€” ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‚พ๎™ ๎ƒฐ๎€› ๎ƒฏ๎€‡ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒท๎ฌ๎ƒด๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎‹๎ƒฎ๎ƒ๎ƒฎ๎€…๎ƒถ๎—๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ ๎ซ ๎’๎ ๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒถ๎ฌ ๎ƒด๎€˜ ๎ƒถ๎ƒ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎Ž ๎ƒฐ๎€ž ๎‚ฟ๎€’ ๎‹ ๎ƒฎ๎€† ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎‚ฟ๎‚ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฏ๎‚๎ƒฎ๎… ๎ƒฐ๎€Š๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎‚น ๎ƒฏ๎™ ๎‚ฟ๎€‘ ื ๎ƒฎ๎˜ ๎ƒฎ๎€™๎ƒฎ๎€– ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™๎ƒฐ๎€ผ ๎ƒบ๎€ท ๎€’ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ๎‚น๎ƒฏ๎— ๎ƒฎ๎€Š ๎‹๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€™ ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ๎ƒฏ๎€ƒ ๎‹ ๎ƒฎ๎€œ ๎ƒฐ๎ฑ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท๎‹ ๎‚ฟ๎€ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒต๎‚ ๎ƒถ๎™ ๎ƒฎ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ ๎ƒฎ๎ฏ ๎‹ ๎ƒด๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒด๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€š ๎ƒƒ๎€‘ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎’๎ ๎ƒฎ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎ƒฐ๎… ๎‚ฟ๎ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื๎€Ÿ๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€“๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒด๎€“๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚•๎‹๎ƒฐ๎ง ๎ƒฏ๎„ ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฎ๎€“ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ง ๎ƒถ๎€ž ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฎ๎€„ ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒถ๎€ƒ ๎ƒฏ๎™ ๎‚ฟ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎Ž ๎ƒด๎€‘ ๎‹ ๎ƒฎ๎€‰ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎ช ๎ƒฏ๎€• ๎ƒฎ๎‚น ๎€Ÿ ๎ƒด๎ ๎ƒถ๎… ๎ƒด๎ ๎ƒด๎€• ๎‹ ๎ƒฎ๎€› ๎ƒƒ๎€’ ื Dari Jabir Ibn Samrah, dia berkata saya duduk bersama Rasulullah lebih dari seratus kali. suatu kali ada di antara sahabat-sahabatnya saling membaca syair dan saling membicarakan hal-hal tentang cerita-cerita jahiliyah. Tetapi Nabi diam saja serta sesekali tersenyum bersama mereka.โ€29 Bahkan dalam hadis yang lain diceritakan bahwa Nabi tidak hanya tersenyum, tetapi ia juga mengatakan bahwa di dalam syair ada hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. ๎ƒถ๎‚ท๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒ๎จ๎ƒฎ๎‚๎ƒฐ๎€‡๎ƒถ๎™๎€’ื๎€Ÿ๎ƒด๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ๎€Ÿ๎ƒ๎™๎ƒƒ๎€๎ƒฎ๎€ƒ๎€Ÿ๎ช๎ƒฏ๎€ƒ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ฌ๎ƒด๎€”๎ƒฎ๎™๎ƒฎ๎€˜๎ƒฐ๎€ˆ๎‚ฟ๎‚—๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒบ๎‚ป๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€• ๎ƒท๎š ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฐ๎จ ๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒฒ๎Œ ๎ƒฐ๎… ๎ƒฎ๎€ผ ๎ƒฏ๎€Š ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎€” ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒ๎‚ท ๎‹ ๎ƒฎ๎‚ ๎ƒฎ๎… ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ช ๎ƒฏ๎€ƒ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎‹ ๎ƒฎ๎ƒ ๎ƒฎ๎€… ๎ƒถ๎— ๎ƒฎ๎€‡๎€Ÿ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒถ๎ฌ๎ƒฎ๎€ƒ ๎ƒ€๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚Ÿ ๎ช๎ƒฏ๎€ฝ ๎ƒฎ๎€– ๎€Ÿ ๎ƒด๎—๎ƒฐ๎€˜๎ƒฎ๎€ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒด๎‚ฃ ๎ƒฎ๎ช๎ƒฐ๎€‰ ๎‚ฟ๎‡ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎จ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒ๎จ ๎ƒฎ๎‚๎ƒฐ๎€‡ ๎ƒถ๎™ ๎€’ ื๎€Ÿ ๎ƒฎ๎— ๎ƒฐ๎€˜ ๎ƒฎ๎€๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒ๎ง ๎‚ฟ๎€ ๎ƒฎ๎€œ ๎ƒƒ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎จ ๎ƒฐ๎€ƒ ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ท ื ๎ƒฎ๎‚น ๎ƒฐ๎™๎ƒฎ๎€“๎€Ÿ๎ƒฎ๎จ๎€Ÿ๎ƒต๎Œ๎ƒฐ๎€ผ๎‚ฟ๎€‘๎‚ผ๎๎ƒฎ๎‚๎ƒƒ๎€๎ƒด๎€‡๎€Ÿ๎ƒ๎™๎ƒฐ๎€ผ๎ƒบ๎€ท๎€’ื๎€Ÿ๎ƒฐ๎จ๎ƒด๎€“๎€Ÿ๎ƒถ๎‚ท๎ƒ๎‚™๎€Ÿ๎ƒฎ๎‚ต๎‹๎‚ฟ๎€๎€Ÿ๎ƒฎ๎ง๎’๎๎ƒฎ๎€‰๎ƒฎ๎‚น๎€Ÿ๎ƒด๎ฉ๎ƒฐ๎…๎‚ฟ๎๎ƒฎ๎€๎€Ÿ๎ƒฏ๎ฉ๎’๎๎€’ื๎€Ÿ๎ซ๎’๎๎ƒฎ๎ฑ ๎€Ÿ ๎ƒด๎ฉ ๎’๎ ๎€’ ื ๎€Ÿ ๎ƒฎ๎‚ต ๎ช ๎ƒฏ๎€‰ ๎ƒฎ๎‚ฅ ๎€Ÿ ๎ƒถ๎‚ท ๎‚ฟ๎‚— ๎€Ÿ ๎ƒฏ๎‚ธ ๎ƒฎ๎™ ๎ƒฎ๎€˜ ๎ƒฐ๎€ˆ ๎‚ฟ๎‚— Sesungguhnya Ubay Ibn Kaโ€™ab memberitakan bahwa Rasulullah saw. bersabda โ€œSesungguhnya sebagian dari syair itu adalah hikmah.โ€30 Berbagai interaksi Nabi ini cukup membuktikan bahwa ketika dia bergumul dengan tradisi kultural Arab yang melingkupinya mencoba melakukan dialog yang searif mungkin. Terkadang beliau menolak, tetapi tidak sedikit pula yang beliau terima walau tak jarang juga ada modifikasi-modifikasi tertentu. Semua ini menjadi arti bahwa kehadiran Muhammad sebagai Nabi merupakan respon terhadap situasi sosial masyarakat Arab dalam rangka berdialektika dengan aneka budayanya. Tidak dalam rangka mendekontruksinya. D. Simpulan Agama dan kebudayaan secara ontologism berbeda. Agama seperti yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari Tuhan, sedangkan kebudayaan 29 Al-Tirmiz\i>, Sunan al-Tirmiz\i>, No. 2777 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 30 Al-Bukha>ri>, S}}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 5679 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 201 berasal dan berpangkal pada manusia. Sungguhpun demikian, agama dan kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari manusia. Agama diturunkan untuk manusia sebagai pedoman moral dan petunjuk tujuan hidup yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pemahaman dan penafsiran manusia terhadap agama dalam menjalani kehidupannya dan kebudayaannya. Pemahaman dan penafsiran ini secara sempurna dicontohkan oleh Nabi ketika dirinya berdialektika dengan tradisi kultural lokal Arab. Mulai dari ritus keagamaan, interaksi sosial, hingga hukum perdatata dan pidana diarifi dengan searif mungkin. Kalau tradisi tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, maka Nabi akan menolaknya. Tetapi bila tidak, Nabi akan menerima dan bahkan terus mentradisikannya. Daftar Pustaka Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual. Surabaya Khalista. 2009. Az-Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-Fikr, 1986. Bizawie, Zainul Milal. โ€œDialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islamโ€ dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun 2003. CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Ghanim, Shalih ibn. Al-Qawaid al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, tt. Hapsin, Abu โ€œIslam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawaโ€ dalam http// Hasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jamaโ€™ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta Lantabora Press, 2006. Ismail, Syuhudi Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta Bulan Bintang, 1994. Khallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I. Bandung Risalah, 1985. 202 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 Muโ€™izzuddin, Mochammad. โ€œKontribusi Dialek Quraisy Dan Dialek Tamim Terhadap Bahasa Arab Fushha Kajian Sosio-Psikolinguistikโ€ dalam http// Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta The Wahid Institute, 2006. ... Akibatnya proses inkulturasi dan akulturasi tradisi Arab pra-Islam dengan tradisi Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang tidak penting untuk dikaji. 9 Umar bin Khattab, sebagaimana yang dikutip dari Abu Hapsin mengatakan bahwa Arab adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi pra-Islam telah banyak diadopsi dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Islam yang baik dan terkait dengan ritual, sosio-kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya. ...Rino ArdiansyahTulisan ini bertujuan untuk menguraikan pandangan sunnah yang berasal dari tradisi masyarakat Pra-Islam sampai kepada pasca-Imam asy-Syรขfรฎโ€Ÿi. Peralihan perkembangan definisi sunnah yang terjadi pasca kemunculan Islam, terjadi kare3na perubahan contoh serta pelembagaan yang ditiru masyarakat Arab pasca-Islam. Meskipun terjadi peralihan contoh dari fase sebelumnya, akan tetapi ada beberapa tradisi masyarakat Arab pra-Islam yang tetap di adopsi dan contoh oleh Nabi Saw. Sunnah kemudian bertranformasi menjadi ijtihad para sahabat. Fase ini yang kemudian menyebabkan sunnah menjadi rujukan kreatif pada masa setelahnya. โ€œsunnah yang hidup" kemudian muncul sebagai slogan yang di promosikan oleh pemikiran para Imam madzhab awal. Mereka merujuk kepada tradisi yang di verifikasi secara turun menurun dari masa sahabat. Kelemahannya, mereka mengabaikan hadis Ahad yang kemudian di kritisi langsung oleh Imam asy-Syรขfรฎโ€Ÿi. Menurut pemikiran Syรขfรฎโ€ŸI, sunnah yang hidup merupakan sunnah yang datangnya dari Nabi Saw. bukan sebuah hasil dari Ijtihad. Dalam tulisan ini, asy-Syรขfรฎโ€ŸI juga menguraikan jawaban atas tuduhannya terhadap pengabaian hadis-hadis Ahad. Sehingga pada periode setelahnya sunnah tidak lagi diperdebatkan seperti yang telah terjadi pada masa MunawirMustaโ€™in Mustaโ€™inProphet Mohammedโ€™s interpersonal communication is an appealing topic to study not only the way the communication is conveyed but also the effectiveness of the communication. Though his assignment as a messenger of God was relatively short, around 23 years, he was able to communicate his Islamic messages teachings to the Arab community successfully. He turned the Arabs from rejecting and confronting Islam into accepting and defending it. There are factors contributing to this success, and one of them is his interpersonal communication skill. This study attempts to describe Mohammedโ€™s interpersonal communication through a deep investigation into dialogic prophetic traditions hadith. This study employs a descriptive-inferential method and a subjective communicative approach. The theory used in this study is that of interpersonal communication. The findings reveal five qualities supporting the effectiveness of Mohammadโ€™s interpersonal communication in his dialogic hadiths. They are openness, empathy, supportive attitudes, positive attitudes, and equality. Ahmad Agis MubarokThis article focused on studying the socio-political history of Arabia from Roman-Persian hegemony to the rise of Islamic Arabs. The study was motivated by the historical disintegration developed among academics. History was understood in a variety of ways without clear accentuation of the developing storyline. Previous studies did not explain in detail about the social-political history of Arabia. In this way, it was necessary to re-emerge Arab social-political history with different perspectives, methods and systematic discussion, so that it was interesting to read. In this article, the author used the method of biographical and bibliographic history, a method that analyzed the nature, character, and influence of a civilization to then, it was interpretd and generalized the historical facts that surround it. The data sources were obtained from books on Arab and Islamic history, such as the book History of the Arabs by Philip K. Hitti, Ali Jawwad's Arabic History before Islam, Sirah Nabawiyah by al-Buthy, History of the Islamic Society by Hamka. The results indicated that the Arabs had a hard character, independent, solidarity, and royality towards their groups. Arab social-political atmosphere were colored by political intrigue over the struggle for influence between the three major powers of the world at that time, namely Roman, Persian, and South Arabian kingdoms under the rule of the Himyar dynasty. The rise of Arabia was marked by the birth of Islam in Hijaz. Arabic when Islam was born had great influence and civilization in the economic, social, political, cultural and scientific fields. Keyword Socio-Political, Roman-Persian, Arab NationMOCHAMMAD MU'IZZUDDINKelahiran bahasa Arab fushha di jazirah Arab tidak tidak bisa dilepaskan dari dialek-dialek yang telah berkembang semenjak pada masa pra-Islam masa jahili. Diantara dialek yang dianggap ikut andil besar terciptanya bahasa Arab Fushha, menurut beberapa linguis Arab dalam kajian dialek-dialek bangsa Arab, adalah dialek Quraisy dan dialek ini berusaha untuk mengungkap kontribusi dialek Quraisy dan dialek Tamim terhadap kelahiran dan perkembangan bahasa Arab fushha. Selain akan dibahas tentang perbedaan kedua dialek tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap kelahiran bahasa Arab fushha, tulisan ini juga mengekplorasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan Quraisy yang berasal dari kabilah Quraisy yang menduduki kota Mekah dan telah mendapatkan tempat yang utama di antara dialek-dialek Arab Utara, merupakan kontributor utama kelahiran bahasa Arab Fushha melalui bahasa al-naqsy dan sastra jahili. Sedangkan dialek Tamim yang berasal dari kabilah Bani Tamim yang dinisbatkan kepada Tamim bin Mur bin Adbin Tharikhah bin Ilyas bin Mudlar bin Nazar bin Ma'ad bin Adnan memberikan kontribusi melalui bentuk suara fononologi, bentuk kata, dan bentuk umumnya, para linguis sepakat bahwa dialek Quraisy memberikan kontribusi lebih besar dari pada dialek Tamim dalam pembentukan Arab fushha. Hal itu disebabkan oleh beberapa keunggulan yang dimiliki kabilah Quraisy, yakni kekuasaan agama, kekuatan perekonomian, kekuatan politik, dan kekuatan Haq DkkAbdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual. Surabaya Khalista. Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-FikrWahbah Az-ZuhailiAz-Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-Fikr, Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi IslamZainul BizawieMilalBizawie, Zainul Milal. "DialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islam" dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, ttShalih GhanimIbnGhanim, Shalih ibn. Al-Qawaid al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, Wal-Jama'ah Dalam Persepsi dan Tradisi NUM HasanTholhahHasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jama'ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta Lantabora Press, Hukum IslamAbdul KhallafWahhabKhallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I. Bandung Risalah, Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa" dalamAbu HapsinHapsin, Abu "Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa" dalam http//
SyuhudiIsmail, Hadis Nabi Yang Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). 11 Nurun Najwah, Ilmu Maโ€™anil Hadis, metode Pemahaman Hadis Nabi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Cahaya Pustaka, 2008). Nurun Najwah, โ€œRekonstruksi Pemahaman Hadis-hadis Perempuanโ€ Disertasi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004).

Uploaded byNurus Syifaul Muhtar 0% found this document useful 0 votes1K views6 pagesDescriptionqwqwCopyrightยฉ ยฉ All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes1K views6 pagesAyat Dan Hadist KebudayaanUploaded byNurus Syifaul Muhtar DescriptionqwqwFull descriptionJump to Page You are on page 1of 6Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.

2 Menikah menjalankan sunah Nabi. ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉู ูˆูŽุงู„ุณู‘ูŽู„ูŽุงู…ู: {ุงู„ู†ู‘ููƒูŽุงุญู ุณูู†ู‘ูŽุชููŠู’ ููŽู…ูŽู†ู’ ุฑูŽุบูุจูŽ ุนูŽู†ู’ ุณูู†ู‘ูŽุชููŠู’ ููŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ู…ูู†ู‘ููŠู’}. Nabi saw. Bersabda: โ€œNikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia tidak โ€“ Hadits tentang kebudayaan. Islam memiliki ketentuan, namun Indonesia juga memiliki budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Kadang, selalu ada perdebatan antara boleh atau tidak melestarikan budaya tertentu di samping aturan agama. Ada yang bersikeras melarang, ada juga yang memperbolehkan. Namun tentu saja keduanya tetap tidak bisa dipisahkan karena kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam. Lalu, sebenarnya bolehkah budaya tetap dilestarikan?Bagaimana pula pandangan agama Islam mengenai kebudayaan? Sebenarnya dalam hadits dan dalil shahih ada banyak petunjuk mengenai hal ini. Bila kita mempelajarinya, tentu kita akan mengetahui apa yang harus karena itu pada kesempatan ini kami ingin membagikan daftar kumpulan hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan yang dirangkum dari berbagai sumber. Bacaan lafadz dan doa haditsnya bisa disimak di pembahasan Hadits Mengenai Kebudayaan1. Budaya Pernikahan2. Syariat Islam3. Budaya dalam MinumKumpulan Hadits Mengenai KebudayaanSimak langsung kumpulan daftar hadits yang menjelaskan tentang pandangan agama Islam terhadap kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia dan masih dilestarikan hingga kini. Ditulis dalam bahasa Arab, latin, dan Budaya PernikahanAisyah Radhiyalahu anha menceritakan โ€œSesungguhnya pernikahan pada masa jahiliyah ada empat macam. Pernikahan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sekarang. Yaitu seseorang datang meminang wanita atau anak gadis kepada walinya, lalu ia memberi mahar kepadanya kemudian menikahinyaโ€.2. Syariat Islamุจุงุจ ูˆูุฌููˆุจู ุงู…ู’ุชูุซูŽุงู„ู ู…ูŽุง ู‚ูŽุงู„ูŽู‡ู ุดูŽุฑู’ุนู‹ุง ุฏููˆู†ูŽ ู…ูŽุง ุฐูŽูƒูŽุฑูŽู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู…ูู†ู’ ู…ูŽุนูŽุงูŠูุดู ุงู„ุฏู‘ูู†ู’ูŠูŽุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุณูŽุจููŠู„ู ุงู„ุฑู‘ูŽุฃู’ู‰ู Artinya, โ€œBab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abรป al-Hajjรขj Muslim, Saแธฅiแธฅ Muslim, [Beirut Dรขr al-Jรฎl, j. 7, h. 953. Budaya dalam MinumุณูŽุฃูŽู† ูู’ู†ููƒ ุจ ูŠุงู„ูŽูŠูู† ู… ูŽูŽู’ูŽุจ ูุจ ุฃูŽุฎ ู’ู‡ูŽูˆูู’ู†ุงุจูŽูŽู†ูŽูŽู’ูŽุจ ูŠุฑ ุฃูŽุฎ ูŠุงู‡ูˆ ุงู„ุทูŽู‘ ููŠูู† ุฃูŽุจ ูŽู‘ุฏุซูŽ ูŽูˆ ุญ ููŠ ููƒ ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ ุงู„ูŽูŠู† ู… ู’ูŠุณ ุจ ูŽุฃูŽู† ู’ูŽู†ูŽ ุน ุฉูŽูŠู† ุฃูŽูŠูุจ ุทูŽู„ู’ุญ ู’ุจุง ูŽู‘ูŽู‘ู„ู„ูŠ ูŠุฏู’ุจูŽูŠู† ุน ู’ุจูŽู‚ูŽู’ุญูŠุณุฅู’ูŽู†ุนุงูŽู„ ู‚ ุง ูŠุญ ูŽ ู‘ูŽุฑูŽุง ู’ู’ู„ ูŽู’ู†ุจูŽุฉูŽุฏู’ูŠูŽุจูุนูŽูŠ ุฃูŽูŽุจ ูŠู‚ู’ูุช ุฃูŽุณ ู’ููƒู† ูŽู’ู†ุจู‘ูŽูŽ ุฃููุจ ูŽูŽ ูˆ ุฉูŽุทูŽู’ู„ุญ ูŽุฃูŽูŽุจ ูŽูˆูŽู’ุฏ ู‚ูŽุฑู’ูŽู…ูŽู‘ู† ุง ู’ู’ู„ ูŠุงูŽู„ ุฅ ูŽูŽู‚ูุช ู ุขู’ู…ููŽู‡ุฃูŽูŽุช ูŽูุฑ ู ูŽูŽุชู’ ูŽูŠุถูŠ ูุฎ ูˆ ูŽูู’ู†ูŠู…ุงุงูŽุจ ูŽูุจ ูŽุดุฑ ู’ูŽูƒุน ุงูŽู‡ู’ุฑู’ูƒุณูŠ ุงูŽููŽู‘ุฉูŠ ุฑูŽุง ู’ู’ู„ ูŠู‡ูŠุฐูŽูŽูŽู„ ู‡ ูŠุฅู’ูู…ู‚ููŽุณุฃูŽู† ูŽูŽ ูŽูŠ ุฉูŽูˆ ุทูŽู„ู’ุญ ูุงูŽู„ ุฃูŽุจ ูŽูŽู‚ูŽ ู’ุช ู ูŠู…ุฑูุญูŠู„ูŽูู’ูŠูุจูŽุณ ุงูŽูู‡ุชู’ุจูŽูŽ ูŽุถุฑ ุง ู ูŽุง ูุณ ู„ูŽู† ูŽุฑู’ู‡ูŠูŽูŽู„ ู… ูŠู’ ูุช ุฅ ูู…ูŽู‚ู’ุช ู ูŽูŽ ูŽูƒ ูŽู‘ุณุฑ ูŽู‘ูŽู‘ุช ุช ูŽุญูŠู‡Dan telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Malik bin Anas dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, โ€œSaya pernah menuangkan minuman dari Fadlikh minuman yang terbuat dari campuran kurma muda dan Tamr minuman yang terbuat dari kurma kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Kaโ€™ab, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka sambil berkata, โ€œSesungguhnya khamr telah diharamkan.โ€ Lantas Abu Thalhah berkata, โ€œWahai Anas, berdirilah! Ambil dan pecahlah bejana khamr ini.โ€ Kemudian saya mengambil gentong milik kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.โ€KesimpulanSingkat saja, itulah hadits nabi tentang kebudayaan, kebudayaan islam, kebudayaan adalah, contoh kebudayaan islam, kebudayaan islam adalah, kebudayaan islam di indonesia, konsep kebudayaan dalam islam, kebudayaan islam makalah, prinsip kebudayaan Hadits Nabi Tentang Kaโ€™bahHadits Tentang Berserah Diri atau TawakalBacaan Doa Setelah Sholat Sendirian
Diroyah Jurnal Ilmu Hadis 1, 2 (Maret 2017): 97-110 WAWASAN HADIS NABI TENTANG WARA' Asrar Mabrur Faza Dosen Jur Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah IAIN Zawiyah Cot Kala langsa Aceh E-Mail: Asrarmabrurfaza@ Between tradition and mysticism as one branch of science in Islam, often provide the difference conceptually and
Memahami hadis itu susah-susah gampang. Susah jika hadis yang dipahami mengandung banyak dimensi makna. Ini jelas jika tidak jeli, makna akan luput dari pemahaman pembaca. Gampang, jika hadis yang dibaca mengandung unsur-unsur yang mendukung keutuhan makna. Namun tampaknya, kesan susah-susah gampang dalam memahami hadis itu tidak berlaku bagi Kiai Ali Mustafa Yaqub al-maghfur lahu. Beliau punya cara unik dalam memahami hadis. Ada beberapa strategi yang digunakan Kiai Ali dalam memahami hadis-hadis Nabi. Strategi ini memang secara konsisten digunakan beliau ketika mencoba memberikan fatwa atau ketika melihat fenomena keagamaan umat Islam dalam kacamata pertama yang beliau gunakan ialah pahami dulu sistem metafora bahasa yang ada pada kandungan hadis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan dapat lepas dari penggunaan metafora. Ketika musim pemilu tiba, biasanya bahasa-bahasa kampanye menggunakan metafor-metafor ini. Misalnya, ada istilah tikus kampungโ€™ untuk merujuk kepada Jokowi. Lawan politik Jokowi menggunakan istilah ini untuk menyerang dirinya. Ada leksikon Cicak vs Buaya untuk merujuk pada konflik yang terjadi antara KPK dan kehidupan sehari-hari kita saja tidak mungkin lepas dari penggunaan metafor, apalagi agama yang dalam banyak pesan-pesannya selalu menggunakan strategi perumpamaan. Strategi pertama ini dapat digunakan untuk memahami beberapa hadis tertentu. Misalnya, dalam Fath al-Bari, Ibn Hajar mengemukakan sebuah hadis riwayat al-Bukhari. Hadis ini diriwayatkan oleh Aisyah. Para istri bertanya kepada Nabi tentang siapakah yang paling cepat menyusul duluan sepeninggal nabi. Rasul pun menjawab โ€œYang paling panjang tangannyaโ€. Akhirnya mereka mengukur tangannya masing-masing dan ternyata yang paling panjang tangannya ialah Saudah. Hanya saja ternyata Zainab yang meninggal duluan sementara tanganya paling pendek dari istri-istri nabi lainnya. Zainab ini merupakan istri nabi yang paling banyak memahami hadis tersebut kita tentu harus mengetahui metafora yang digunakan. Di sini ada kaitan antara โ€œYang paling panjang tangannyaโ€ dan โ€œyang paling sering bersedekahโ€. Metafora panjang tanganโ€™ dalam kebudayaan Arab dikonotasikan sebagai perilaku yang sering memberi orang lain. Karena itu, bagi Kiai Ali, metafora perlu dipahami untuk memahami hadis-hadis yang mengandung banyak kedua, temukan illat dibalik pensyariatan sebuah hukum dalam hadis. Illat di sini bukan dalam pengertian hadis. Karena jika dalam sebuah hadis ada illat-nya, illat-nya tersebut dapat menyebabkan hadis menjadi lemah atau dhaif. Illat yang dimaksud dalam strategi ini termasuk dalam kajian usul fikih. Illat dalam kajian usul fikih terbagi menjadi dua, illat yang ada dalam nas agama dan illat yang dihasilkan dari ijtihad. Ini bisa digunakan untuk membaca makna beberapa hadis. Misalnya, hadis tentang perintah agar umat Islam harus berbeda secara penampilan dari kaum Musyrik. Nabi SAW bersabda โ€œ Bedakanlah diri kalian dari kaum Musyrik. Panjangkan jenggot dan cukurlah kumis kalian.โ€ Perintah panjangkan jenggot dan cukur kumis di sini dilandasi alasan/illat untuk berbeda secara penampilan dari kaum musyrik. Kaum musyrik di zaman nabi tentu berbeda dari kaum musyrik di masa sekarang. Karena itu memahami hadis ini dapat dilakukan dengan melihat illat perintah memanjangkan jenggot dan mencukur kumis itu. Jika di masa Nabi, kaum musyrik memanjangkan kumis dan mencukur jenggot namun di masa sekarang tentu jauh berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya. Misalnya taruhlah kaum musyrik saat ini memanjangkan jenggot dan mencukur kumis, tentu berdasarkan illat untuk berbeda itu, kaum muslim harus memanjangkan kumis dan mencukur ketiga, perhatikan kondisi geografis ketika sebuah hadis dituturkan. Strategi ini penting mengingat ada beberapa hadis yang berkenaan dengan arah ritual agama misalnya kiblat, buang hajat dan lain-lain. Meski letak geografis itu tidak bisa dijadikan sumber peletakan hukum, namun letak geografis juga dapat membantu kita memahami hadis. Misalnya, al-Bukhari dalam Sahih-nya meriwayatkan hadis dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasul SAW bersabda โ€œJika seseorang di antara kalian ada yang mau buang hajat, janganlah menghadap atau membelakangi kiblat, tapi menghadaplah ke arah timur atau barat.โ€ Dalam hadis ini tidak disebutkan posisi Rasul ketika menyabdakan hukum arah buang hajat ini. Namun dalam riwayat lain, Ibnu Umar menceritakan pengalamannya. Beliau mengatakan โ€œketika aku menaiki rumah Hafsah untuk beberapa keperluan, aku pernah melihat Rasul SAW sedang buang hajat sambil membelakangi kiblat dan menghadap ke arah Syam.โ€Hafsah merupakan istri Nabi yang dinikahi setelah hijrah ke Madinah. Jelaslah di sini bahwa posisi Nabi saat itu berada di Madinah. Letak Madinah secara geografis berada di arah utara Mekkah. Karena itu hadis ini tidak boleh diamalkan secara tekstual di Indonesia karena letak geografis Indonesia berada di arah timur. Artinya ketika kita mengamalkan perintah nabi yang mengatakan โ€œmenghadaplah ke arah timur atau barat ketika buang hajatโ€ itu artinya kita โ€œmenghadap atau membelakangi kiblatโ€. Tentu ini tidak seperti yang disabdakan Nabi sebelumnya agar kita tidak menghadap kiblat. Artinya jika hadis tersebut diamalkan di Indonesia, maka โ€œmenghadaplah ke arah utara atau selatan ketika buang hajatโ€. Untuk memahami hadis ini, ada dua pendekatan; pertama, pendekatan secara lafal yang berlaku untuk kalimat pertama dari hadis tersebut, โ€œJangan menghadap kiblat atau membelakanginyaโ€. Kedua, pendekatan secara makna yang berlaku untuk kalimat kedua dari hadis tersebut, โ€œmenghadaplah ke arah timur atau baratโ€. Dua pendekatan ini, kata Kiai Ali, hanya bisa dilakukan bagi orang yang mengetahui letak geografisStrategi keempat, perhatikan kedisinian dan kekinian sebuah hadis. Karena hadis-hadis dituturkan dalam konteks masyarakat Arab, maka tentu kandungannya tidak melulu berkaitan dengan agama yang lepas dari bingkai budaya. Sejatinya, al-Quran dan hadis diwahyukan kepada Nabi tidak terlepas dari konteks yang mengitarinya, tidak turun dalam ruang dan waktu yang kosong dari budaya setempat. Meski kadang prinsip al-hadits arabiyyun lughatan wa alamiyyun maโ€™nan hadis itu meski secara lafal berbahasa Arab namun secara makna bersifat universalโ€™ bisa dipakai, namun hadis tetaplah hadis, ujaran Nabi yang berbahasa Arab, bahasa yang sepenuhnya mencerminkan kebudayaan Arab. Karena itu menurut Pak Yai, pahami hadis dalam bingkai ruang dan waktunya. Strategi ini digunakan beliau untuk memahami hadis-hadis yang berkenaan dengan kebudayaan Arab seperti pakaian misalnya. Hadis-hadis mengenai pakaian banyak sekali secara tekstual terhadap hadis-hadis pakaian ini akan mengimplikasikan bahwa pakaian Nabi wajib digunakan oleh umat Islam. Bagi Kiai Ali, bukan itu yang dimaksud sunnah Nabi. Mengikuti sunnah berarti ya kita harus memakai pakaian sesuai adat dan istiadat kita karena Nabi sendiri memakai pakaian sesuai tradisi Arab, bukan Persia atau lain-lain. Bahkan Kiai Ali berpandangan lebih ekstrim lagi. Bagi beliau, memakai pakaian yang tidak sesuai adat kebiasaan setempat atau pakaian itu berbeda dari budayanya disebutnya sebagai pakaian syuhrahโ€™. Si pemakainya akan dijerumuskan ke dalam Neraka. Begitu Kiai Ali berpendapat sambil mengutip hadis riwayat Ibnu kelima, perhatikan skala prioritas dalam ibadah. Strategi ini biasanya digunakan Kiai Ali untuk memahami hadis dalam kaitannya dengan ibadah haji atau umrah berulang. Jika ada dua ibadah dimana yang satu dari segi pahala bersifat utama sementara yang lain lebih utama, maka ibadah yang lebih utama ini yang lebih diprioritaskan untuk diamalkan. Jika ada dua ibadah dimana yang satu dampak positifnya untuk pribadi sementara ibadah yang lain dampak positifnya bukan hanya untuk pribadi namun juga untuk lingkungan sosial, maka ibadah yang berdampak social secara positif inilah yang diutamakan. Bahkan pandangan mengenai prioritas ibadah ini begitu mewarnai tulisan-tulisan Kiai Ali. Tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hal ini biasanya bernada provokatif seperti Haji Pengabdi Setan dan Kiyai Pemburu keenam, dahulukan intensionalitas syariah di atas tekstualitas hadis. Strategi ini memang tidak terlalu banyak dikupas dalam berbagai karya-karyanya. Kendati demikian, Kiai Ali memandang bahwa tekstualitas hadis tetap penting meski semangat yang melandasi hadis itu yang lebih penting. Contoh hadis yang berkenaan dengan strategi ini ialah perintah Nabi SAW kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Ibrani. Tekstualitas hadis ini mengatakan bahwa mempelajari bahasa Ibrani itu sunnah. Namun berdasar pada pemahaman atas intensionalitas hadis ini, Kiai Ali memandang bahwa belajar bahasa asing itu termasuk sunnah jika semangatnya untuk berdakwah dan kepada strategi pemahaman hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Kiai Ali Mustafa Yaqub menggunakan dua pendekatan sekaligus pendekatan tekstual dan pendekatan kontekstual. Masing-masing pendekatan ini dimungkinkan tergantung pada hadis yang akan dipahami. Artinya penggunaan pendekatan ini akan didorong oleh bagaimana sebuah hadis berbicara. Hadis yang berbicara tentang apa dan bagaimana akan menentukan dengan sendirinya model pendekatan yang dipakai. Dalam pepatah dunia penelitian dikatakan al-maudhu yafridl al-manhajโ€™ objek menentukan metode yang akan digunakan. Kiai Ali dalam hal ini telah berhasil membangun metode yang unik dalam memahami hadis dalam konteks keindonesiaan hadistentang larangan qaza' ditinjau dari aspek antropologi dan sosiologis memotret persoalan qaza' sebagai fenomena budaya. Jika melihat struktur sosial dan budaya yang berkembang pada waktu itu, larangan hadis tentang mencukur rambut dengan model qazaโ€Ÿ bersifat temporal. Implementasi hadis larangan qaza' jika melihat
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hadist menurut bahasa Kata al-hadts merupakan bentuk ism dari kata al-tahdits, yang berarti cerita al-ikhbar. Berbentuk jamak ahdtsah atau ahadist. 2 Kata al-hadits dan kata al-khabar secara bahasa adalah bersinonim. Menurut Azami, kata hadis dalam bahasa Arab, secara bahasa mempunyai arti, komunikasi, cerita, perbincangan religius atau sekular, historis maupun kekinian. Pengertian terbatas memahami sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan , pernyataan dan sebagainya sifat, keadaan dan himmah. Pada pengertian luas hadist tidak hanya merujuk pada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan , pernyataan tetapi juga disandarkan pada sahabat dan tabi' secara bahasa berarti al-thariqah, atau al-sirah, yang berarti "jalan yang dijalani, terpuji atau tidak, baik atau buruk"; juga berarti "jalan, arah, peraturan, mode, atau cara tentang tindakan atau sikap hidup". Ahli hadits mengungkapkan bahwa sunnah merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah, baik perkataan, perbuatan, taqrir, perilaku, maupun seluk beluk kehidupannya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul ataupun sesudahnya. Ulama ushul fiqh berpendapat bahwa sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad selain Al-Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum syara dan ulama fiqh menyatakan bahwa sunnah merupakan segala sesuatu yang ditetapkan dari Nabi Muhammad dan bukan termasuk dalam fardhu ataupun wajib. Penghujung abad ke II, kata sunnah dipakai hampir terbatas pada norma yang dicetuskan oleh Nabi atau norma yang disimpulkan dari ketentuan yang digariskan oleh Nabi. Sementara itu, istilah hadis sudah dipakai sejak periode Nabi, dan bahkan kata itu dipakai sendiri oleh Nabi. Jadi, sunnah bermakna teladan kehidupan Nabi, sedangkan hadis adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada kehidupan Nabi. Perbedaan antara hadist dan sunnah ialah sebuah hadis mungkin tidak mencakup sunnah, atau sebuah hadis bisa jadi merangkum lebih dari sebuah sunnah/hadist yang dipaparkan oleh beberapa ahli Gustaff A. Guillaume Metodologi dan cara argumentasi dialektis yang mewarnai diskusi dan perdebatan yang merumuskan kerangka rujukan umum yang mengandalkan contoh Nabi Muhammad untuk memperkuat sebuah sudut pandang tertentu. Oleh karena itu, keseluruhan proses yang digunakan para pemikir untuk sampai pada berbagai bentuk pemahaman dan definisi tentang sunnah harus dipandang sebagai proses yang bersifat dinamis. Hal ini juga membuktikan otoritas yang begitu kuat dalam tradisi keagamaan Otoritas hadis dan sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sifat otoritas Nabi sebagai sumbernya. Hal ini jelas sebagaimana keimanan sesorang bahwa Nabi Muhammad benar-benar Rasul Allah dan dijaga dari berbuat maksiat. Muhammad sebagai figur yang sempurna bagi umat Islam sebagaimana disebut di dalam Al-Qur'an sebagai teladan yang baik Qs. al-Ahzb 3321. Inilah yang menjadikan nilai otoritatif di dalam sunnahnya. Oleh sebab itulah, setiap muslim akan mengukir kebenaran tingkah lakunya dengan melihat pada otoritatif Nabi yang terdapat dalam hadis dan Jeffery Sunnah dapat ditemukan pada otoritas pribadi Muhammad. Bahkan seandainya dikatakan Kristiani adalah Kristus, maka begitu pula Islam adalah Muhammad. Muhammad sebagai muslim ada dalam keyakinan dan sejarah. Pandangan-pandangan ini berbeda dengan pandangan para orientalis sebelumnya yang tidak sependapat dan menolak otoritas hadis dan Qardhawi Sunnah/hadist merupakan penafsiran Al-Qur'an dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi adalah perwujudan dari Al-Qur'an yang diterjemahkan untuk manusia serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Sunnah Nabi adalah manhaj metode yang terinci bagi kehidupan seorang muslim dan masyarakat Kedudukan Nabi berada pada posisi setelah Al-Qur'an. Kedudukannya ini bukan bersumber dari penerimaan komunitas akan keberadaan Nabi sebagai seseorang yang mempunyai kekuasaan, tetapi posisinya diekspresikan melalui kehendak wahyu yang diturunkan Allah. Lihat Sosbud Selengkapnya
Pertamaadalah agama, maka hadis-hadis yang berkaitan dengan agama (aqidah, ibadah, dan akhlak) umat Islam wajib mengikutinya, seperti hadis-hadis tentang shalat, zakat, puasa, haji, beraqidah, dan berakhlak dengan akhlak yang mulia. Kedua adalah apa yang berasal dari Nabi Saw. dan hal itu berkaitan dengan sosial dan budaya.

In Islam, moral education is education that comes from religious teachings and community culture by creating tranquility, tranquility, and peace in life. In Islamic teachings, we know the term hablumminannas, where we can see well with humans. This is one of the goals of moral education, where humans can relate and do good with others. Because we are supposed to be social beings who will always need other people. In a hadith clearly shows that the Prophet SAW was very fond of people who are noble and people who talk the most. In addition, another hadith also explains that we are commanded to love others, even as we love ourselves. The implementation of this love is to help each other and provide benefits to others. The love that is given to this fellow with the differences that exist, so that it doesn't happen. Abstrak Dalam Islam, pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang bersumber dari ajaran agama dan kebudayaan masyarakat dengan tujuan untuk terciptanya ketenangan ,ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan. Dalam ajaran Islam, kita mengenal istilah hablum-minannas, dimana kita dituntut untuk berhubungan baik dengan manusia. Hal ini merupakan salah satu tujuan dari pendidikan akhlak, dimana supaya manusia dapat berhubungan dan berbuat baik dengan sesama. PENDAHULUAN Pendidikan akhlak adalah suatu pendidikan yang didalamnya terkandung nilai-nilai budi pekerti, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun dari kebudayaan manusia. Budi pekerti mencakup pengertian watak, sikap, sifat, moral yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh norma-norma sopan santun, tata Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 142 HADITS TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DAN PENDIDIKAN SOSIAL Nita Yuli Astuti Budi Sujati UIN Walisongo Semarang STKIP Pangeran Dharma Kusuma Indramayu nitayuliastuti31 budisujati In Islam, moral education is education that comes from religious teachings and community culture by creating tranquility, tranquility, and peace in life. In Islamic teachings, we know the term hablumminannas, where we can see well with humans. This is one of the goals of moral education, where humans can relate and do good with others. Because we are supposed to be social beings who will always need other people. In a hadith clearly shows that the Prophet SAW was very fond of people who are noble and people who talk the most. In addition, another hadith also explains that we are commanded to love others, even as we love ourselves. The implementation of this love is to help each other and provide benefits to others. The love that is given to this fellow with the differences that exist, so that it doesn't happen. Keywords Hadits, Education, Morals, Social Abstrak Dalam Islam, pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang bersumber dari ajaran agama dan kebudayaan masyarakat dengan tujuan untuk terciptanya ketenangan ,ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan. Dalam ajaran Islam, kita mengenal istilah hablum-minannas, dimana kita dituntut untuk berhubungan baik dengan manusia. Hal ini merupakan salah satu tujuan dari pendidikan akhlak, dimana supaya manusia dapat berhubungan dan berbuat baik dengan sesama. Karena seyogiyanya kita adalah makhluk social yang akan selalu memerlukan orang lain. Dalam sebuah hadits dengan tegas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyukai orang yang berakhlak mulia dan membenci orang yang paling banyak bicara. Selain itu, hadits lain juga menjelaskan bahwasanya kita diperintahkan untuk mencintai sesama, bahkan seperti mencintai diri sendiri. Implementasi dari rasa cinta ini adalah saling tolong menolong dan memberikan manfaat bagi yang lainnya. Rasa cinta yang diberikan sesama ini dengan mengesampingkan perbedaan yang ada, agar tidak terjadi perpecahan. Kata Kunci Hadits, Pendidikan, Akhlak, Sosial PENDAHULUAN Pendidikan akhlak adalah suatu pendidikan yang didalamnya terkandung nilai-nilai budi pekerti, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun dari kebudayaan manusia. Budi pekerti mencakup pengertian watak, sikap, sifat, moral yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh norma-norma sopan santun, tata Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 143 karma dan adat istiadat, sedangkan akhlak diukur dengan menggunakan norma-norma agama. Rasulullah adalah seorang nabi dan rasul yang patut dijadikan teladan oleh manusia atas prilakunya. Rasulullah mempunyai pribadi yang sangat terpuji, salah satunya adalah bahwa Rasulullah memiliki sifat penyayang kepada semua Makhluk Allah, yaitu kepada Manusia, dan Makhluk lainnya. Misalnya binatang. Karena manusia adalah makhluk yang terbaik yang Allah ciptakan, yang diangkat menjadi khalifah di muka bumi dan menjaga kemakmurannya. Sebagai khalifah di muka bumi ini manusia diperintahkan untuk berbuat kebajikan dan dilarang untuk berbuat kerusakan. Rasul memerintahkan kepada manusia agar dapat berlaku baik terhadap makhluk ciptaan Allah salah satunya adalah Binatang. Karena rasulullah juga memperlakukan binantang dengan baik, memeliharanya dengan baik, bahkan rasulullah pun mempunyai sifat kasih sayang terhadap binatang. Rasul pun melarang orang untuk membunuh hewan dengan sembarangan. kaum muslim mencintai hewan merupakan suatu bentuk patuh terhadap agama dan tidak lain perintah dari buruknya akhlak atau budi pekerti seseorang itu merupakan penilaian dari manusia. Parameter ukuran baik buruknya ditentukan oleh norma agama dan norma adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Sedangkan dalam Islam ukuran baik-buruknya akhlak seseorang itu sudah diatur dalam dua sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qurโ€Ÿan dan Hadits. Tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk terciptanya ketenangan , ketentraman dan kedamaian dalam hidup ini karena seorang yang memiliki akhlak yang baik akan senantiasa melakukan yang terbaik bagi dirinya dan masyarakat. Pendidikan akhlak harus diberikan kepada anak didik secara terencana dan sistematis, sesuai dengan konsep-konsep yang telah ditetapkan dalam ajaran syariat Islam. Adapun yang berperan dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai akhlak Islam disekolah ialah guru, sedangkan dirumah tangga ialah orang tua atau wali anak, sedangkan dilingkungan masyarakat adalah pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat Ahmad, Implementasi Akhlak Qurโ€™ani. Bandung PT Telekomunikasi Indonesia, 2002. Hal. 34 Usiono, Potret Rasulullah sebagai Pendidik, Jurnal ANSIRU Vol. 1 Juni 2017 , Hal. 20 Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 144 yang memiliki pengaruh pada umatnya. Hal ini sesuai dengan misi Nabi Muhammad SAW yaitu penyempurna akhlak sebagaimana dalam sebuah hadits ๎žซ๓ฐ€”๓ฐ™•๏„Ÿ๎žซ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žง๓ฐ„›๎žฉ๎ฝŒ๎ดฟ๎žง๎บฆ๎˜ƒ๎žง๎นธ๎žฉ๎žช๏‹œ๎žง๏‹๎ณ‘๏„Ÿ๎žฉ๏„—๎˜ƒ๎žจ๎ตก๎ถถ๎žฉ๎ตœ๎žจ๎ถ„๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๏‹œ๎ณ๎žช๏‹Š๎ณ“๎พ๎˜…๎˜ƒ๎˜๎žง๓ฐ™œ๎ณ๎žช๎ปท๎žง๎บน๎žง๎žก๎˜ƒ๎žฉ๎ธฆ๎žซ๎ถฆ๎žง๎นณ๎žง๓ฐ€“๎˜ƒ๎žจ๎ฑณ๎ณ๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๏ƒ‹๎ณ๎žช๏‚ฟ๎žง๎บฆ๎˜ƒ๎žฉ๎ฑณ๎ณ๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๎žจ๎ž๎ปค๎บน๎žŠ๎˜ƒ๎žง๎ž๎ดฟ๎žง๎ทœ๎˜ƒ๎˜๎žง๎ž๎ดฟ๎žง๎ทœ๎˜ƒ๎ž‚๎ผฒ๎ผ‰๎žง๎บš๎žจ๎ธซ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๎žฉ๓ฐŠท๓ฐ™•๎ผ๎˜ƒ๎žซ๎บ€๎žง๎ต•๎˜ƒ๎žฉ๎ž›๏’๎žง๏ Artinya Dari Abu Hurairah berkata Rasulullah Saw bersabda Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang saleh baik. HR. Bukhari Kata Hablun Min Annaas berasal dari kata Hablun, artinya hubungan atau ikatan, kata Min, artinya dari atau bisa mengandung pengertian dengan, dan kata Annaas, berarti manusia. Kemudian diartikan secara menyeluruh menjadi hubungan dengan manusia. Hubungan ini di tujukan antara manusia dan manusia lainnya. Islam adalah Ad-Dien yang sangat umatnya untuk membina hubungan yang baik antar sesama manusia. Dalam firman Allah mengatakan ๎˜ƒ๎ณ๎žช๎žŸ๎žฉ๎ž€๎˜ƒ๎ ณ๎˜ƒ๎ž€๎žซ๎ปค๎žจ๎ท๎žง๎žŠ๎ดฟ๎žง๎ตœ๎žง๎ถณ๎žฉ๎นญ๎˜ƒ๎žง๎นง๎žฉ๎žฎ๎ถ‘๎ ฝ๓ฐš‘๎žง๎ถญ๎žง๎ทœ๎ณ๎žช๎žก๎˜ƒ๎ดฟ๎žค๓ฐƒˆ๎žซ๎ปค๎žจ๎ตœ๎žจ๎บผ๎˜ƒ๎žซ๓ฐ™๎žจ๏‡ป๎Ÿ‰๎ถฐ๎žซ๎นณ๎žง๎ตœ๎žง๎ธ‰๎žง๎žก๎˜ƒ๏‚ต๎Ÿ‰๏‚ก๎žซ๏ฒ๎žจ๎ž€๎ณ๎žช๎žก๎˜ƒ๎žฆ๏Œ‡๎žง๏‹ฌ๎žง๎ž‰๎˜ƒ๎žซ๎บ€๎žฉ๎žช๎นป๎˜ƒ๎žซ๓ฐ™๎žจ๏‡ป๎Ÿ‰๎ถฐ๎žซ๎ทฉ๎žง๎นณ๎žง๓ฐ€”๎˜ƒ๎ดฟ๎ณ๎žช๓ฐƒ‹๎žฉ๎ž€๎˜ƒ ๎žจ๎žŒ๎ดฟ๎ณ๎žช๎ถฐ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๓ฐ–๎ณ‘๎žช๓ฐŽ‘๎žง๎ดฟ๎žฌ๎Ÿ‰๓ฐƒ๎˜ƒ๎žฉ๎ฑณ๎Ÿ‰๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๎žง๎ทˆ๎žซ๎ถฐ๎žฉ๎ต•๎˜ƒ๎žซ๓ฐ™๎žจ๏‡ป๎žง๎นป๎žง๏Œ‡๎žซ๏‹ฌ๎žง๎ž€๎˜ƒ ๎˜ƒ๎žฅ๏‰ด๎žซ๏‰‹๎žฉ๎ถญ๎žง๎ธ„๎˜ƒ๎žฅ๎พณ๎žซ๎พ—๎žฉ๎นณ๎žง๓ฐ€“๎˜ƒ๎žง๎ฑณ๎Ÿ‰๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๎ณ๎žช๎žŸ๎žฉ๎ž€๎ ฐ๎˜ƒ๎žซ๓ฐ™๎žจ๏‡ป๎ถบ๎Ÿ‰๎ทฉ๎žซ๎ถŠ๎žง๎ž€ Artinya "Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal, sesnugguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi allahialah orang yang paling bcrtakwa di antara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." Qs. AI-Hujurat; 13 Munawwir. Kamus Al-Munawwir Indonesia Dan Arab. Surabaya Pustaka Progressif, 2007. Hal. 56. Departemen Agama RI, Al-Qurโ€™an dan Terjemahan. Bandung CV Darus Sunnah, 2015. Hal. 517 Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 145 Ayat ini menerangkan bahwa manusia adalah mahluk bio-sosial, dalam hidupnya manusia tidak dapat terlepas dari kehidupan bersama manusia yang lain. Manusia mempunyai kecenderungan untuk bergaul dan membaur dengan sesamanya. Naluri sebagai mahluk sosial ini menyebabkan manusia sen'antiasa bennasyarakat dalam kehidupan komunal. Dalam ajaran Islam, kita mengenal istilah hablum-minannas, dimana kita dituntut untuk berhubungan baik dengan manusia. Hal ini merupakan salah satu tujuan dari pendidikan akhlak, dimana supaya manusia dapat berhubungan dan berbuat baik dengan sesama. Karena seyogiyanya kita adalah makhluk social yang akan selalu memerlukan orang lain. Apalagi kita sebagai warga negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, budaya, agama dan bahasa. Hal ini menuntut kesadaran untuk melaksanakan pendidikan dini bagi peserta didik agar mampu bersosialisasi dengan baik dan mau menerima perbedaan tersebut. PEMBAHASAN A. Hadits tentang Pendidikan Akhlak I 1. Nash dan Terjemah Hadits ๎˜ƒ๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žฃ๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žฃ๎ž—๎žข๎ž…๎ดบ๎žข๎ถจ๎žฃ๎นถ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰ ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎žก๎ž˜๏๎žข ๏ˆ๎žค๎ธฆ๎˜ƒ๎žฃ๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žฃ๎žš๎ดบ๎ณŠ๎žฅ๎ถจ๎žข๎ธ€๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ ๎ณŒ๎žฅ๎žž๎žค๎žƒ๎ป๎žข๎ทƒ๎žฆ๎ต’๎žข ๎ถจ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žก๎žˆ๎ป๎žข๏”†๎žค๏“จ๎˜ƒ๎žค๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎นป๎žข๎บฟ๎žข ๏†‰๎žฆ๎ฝ‡๎ป๎˜ƒ๎žฃ๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žฃ๎ทƒ๎žข๓ฐ‰น๎žฆ๓ฐ‰ง๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰ ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎žข๓ฐˆŸ๎žข ๓ฐˆ‘๎ดบ๎žข๎บค๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ปŸ๎žฃ๎บด๎žข๎ž…๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎žš๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žก๎ผญ๎žค๎ผ‹๎ดบ๎žข๓ฐ€”๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žค๎ž…๎žค๓ฐˆ‡๎žข๓ฐ‡ฎ๎žฆ๎ถซ๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎˜ƒ๎žค๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎ทƒ๎ณŠ๎žฅ๓ฐ‰น๎žข๏Šž๎žฃ๏Šœ๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žก๎ทƒ๎ถก๎žค๎ต—๎žข๎บด๎˜ƒ๎žฃ๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žค๎žฅ๎ตฟ๎žข๎ž…๎˜ƒ๎žฃ๎ทƒ๎žฆ๎ถจ๎žข๎ต๎˜ƒ๏‚ถ๎žค๏‚–๎žข๏ณ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข ๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฆ๎ตฟ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎žš๎ณŽ๓ฐ‘ธ๎žข๎žœ๎˜ƒ๎ดบ๎žŸ๎ท—๏๎žข ๏ˆ๎žฆ๓ฐ€๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™˜๎žฃ๏‡ถ๎žข๎ถซ๎žค๎บด๎ดบ๎žข๓ฐ€๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žค๎ธฅ๎žข๎นถ๎ดบ๎žข๎ถก๎žค๎ทค๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž™๎žฆ๎ปŸ๎žข ๎ตธ๎˜ƒ๎ดบ๎žŸ๎บฟ๎žค๎นฎ๎žฆ๏”ซ๎žข๏†ฟ๎˜ƒ๏•ฎ๎žค๎žฅ๏•Ž๎žค๎นถ๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™˜๎žฃ๏‡ถ๎žค๎ตฟ๎žข๎บ•๎žฆ๎ท—๓ฐ™๎ท๎žข๎žœ๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๓ฐŒ…๎žข ๓ฐ‹ฑ๎ณŽ๎น๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™˜๎žฃ๏‡ถ๎žค๎žฅ๎ถจ๎žข๎ธ€๓ฐ™๎ท๎˜ƒ ๎žฆ๎นป๎žค๎นถ๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎žš๎ณŽ๎น๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข ๎ท—๎˜ƒ๎ณŠ๎žฅ๓ฐŒ…๎žข ๓ฐ‹ฑ๎ณŽ๎น๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™˜๎žฃ๏‡ถ๎žข๎บค๎žข๎ต’๎˜ƒ๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๎žš๎ปŸ๎žฃ๎ท—๎žค๎žฅ๎ทƒ๎žข๎ป‚๎žข๓ฐ‚”๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๎žš๎žœ๎žฃ๎ž…๎ดบ๎žข๓ฐƒŒ๎žฆ๏‰ฏ๎ณŠ๎žฅ๏‰–๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žค๎ธฅ๎žข๎นถ๎ดบ๎žข๎ถก๎žค๎ทค๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž™๎žฆ๎ปŸ๎žข ๎ตธ๎˜ƒ๎ดบ๎žŸ๎บฟ๎žค๎นฎ๎žฆ๏”ซ๎žข๏†ฟ๎˜ƒ๏•ฎ๎žค๎žฅ๏•Ž๎žค๎นถ๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™š๎žฃ๓ฐŒ‹๎žข๎ทƒ๎žข๎ต—๎žฆ๎ตฟ๓ฐ™๎ท๎žข๎žœ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๎ถซ๎žฆ๏๎žค๏˜๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฆ๎ทƒ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ปŸ๎žฃ๎บด๎žข๎ž…๎˜ƒ๎ดบ๎žข๓ฐ‚ผ๎˜ƒ๎ป๎ปŸ๎žฃ ๎นจ๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žข๎žš๎ปŸ๎žฃ๎ทค๎žค๓ฐ‘๎žฆ๓ฐŽต๎žข๎ทฅ๎žข ๎ถฎ๎˜ƒ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ผ๎ดบ๎žข๎ถจ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐ‹Ÿ๎žข๎žœ๎˜ƒ๏–ผ๎žข๓ฐ€พ๓ฐ‚‡๎žค๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎ปŸ๎žฃ๎ตฟ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žข๎žš๎žœ๎žฃ๏‰ฏ๎žค๎žฅ๏‰๎žข๎น’๎žข๎ถฎ๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข ๎ท—๎˜ƒ๎žข๎žš๎ปŸ๎žฃ๎ทค๎žค๓ฐ‘๎žฆ๓ฐŽต๎žข๎ทฅ๎žข ๎ถฎ๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎˜ƒ๎ดบ๎žข๓ฐ™–๎žข ๓ฐ‰๎˜ƒ๎žข๎žš๎ปŸ๎žฃ ๎ท—๎žค๎žฅ๎ทƒ๎žข๎ป‚๎žข๓ฐ‚”๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๎žš๎žœ๎žฃ๎ž…๎ดบ๎žข๓ฐƒŒ๎žฆ๏‰ฏ๎ณŠ๎žฅ๏‰–๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ฝ๎žข๎ผญ๎žฆ๎ผ„๎žข๎บ•๎žฃ๎ธฆ๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐŠฒ๎˜ƒ๎žข๎žœ๎žข๎ž…๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๓ฐ€”๎žข๎ปŸ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎ป๎žข๎ท‚๎žข๎ธฆ๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žค๎นถ๎˜ƒ๎ž ๏ฆ๏น๎žค๏…ธ๎žข๎ต‹๎˜ƒ๎ž ๎นป๎žข๎บฟ๎žข๎ธ€๎˜ƒ๎ž ๏›๏น๎žค๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎ป๎žข๎ท‚๎žข๎ธฆ๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๓ฐˆŸ๎žข ๓ฐˆ‘๎ดบ๎žข๎บค๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žค๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎ž—๎žข๎ž…๎ดบ๎žข ๎ถจ๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žข๏›๏น๎žค๎ทƒ๎žข ๏†‰๎žฆ๎ฝ‡๎ป๎˜ƒ๎ป๎žข๎ท‚๎žข๎ธฆ๎˜ƒ๎žฆ๎นณ๎žฃ๓ฐ“๎žฃ๓ฐŽ๎žฆ๎ต—๎žข ๎ตฟ๎˜ƒ๎ž๎˜ƒ๎žข๎ต๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žค๎ธก๎ถก๎žค๎ท˜๎˜ƒ๎žฆ๏Œ‚๎žฃ๏‹ง๎žฆ๏€’๎žข๎ฟฑ๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™š๎žข๓ฐŒ›๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข ๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ๎žค๎žฅ๏•ฎ๎žค๏•‹๎ณŠ๎žฅ๎ถซ๎นจ๎ป๎˜ƒ ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žก๎ผญ๎žค๎ผ‹๎ดบ๎žข๓ฐ€”๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žค๎ž…๎žค๓ฐˆ‡๎žข๓ฐ‡ฎ๎žฆ๎ถซ๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎˜ƒ๎žค๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎ทƒ๎ณŠ๎žฅ๓ฐ‰น๎žข๏Šž๎žฃ๏Šœ๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žค๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žค๎žฅ๎ตฟ๎žข๎ž…๎˜ƒ๎žค๎ทƒ๎žฆ๎ถจ Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 146 ๎žข๎น’๎žฆ๓ฐ™›๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ปŸ๎žฃ๎ธฆ๎˜ƒ๎žฃ๎ž…๎ดบ๎žข๓ฐƒŒ๎žฆ๏‰ฏ๎ณŠ๎žฅ๏‰–๎นจ๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ ๎ณŒ๎žฅ๏™‘๎žข๎พณ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎ป๎žข๎ท‚๎žข๎ธฆ๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žก๎ทƒ๎ถก๎žค๎ต—๎žข๎บด๎˜ƒ๎žค๎ž™๏๎žข ๓ฐ†‰๎žข๓ฐ…ญ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐ‹Ÿ๎˜ƒ๎žค๎ž‡๎ดบ๎ณŠ๎žฅ๎ถซ๎นจ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎žข ๏‚บ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฃ๎ž˜๎žข๎žœ๎ดบ๎žข๎ป๎žข๏…’๎žข๏น๎˜ƒ๎žž๎žค๓ฐˆฅ๎ณŠ๎žฅ ๓ฐˆ‘๎ป๎˜ƒ ๎žฃ๎ž–๎žค๎žฅ๎ทƒ๎žข๎ป‚๎žข๓ฐ‚”๎žฃ ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ž™๏๎žข ๓ฐ†‰๎žข๓ฐ…ญ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žฃ๏‰ฏ๏‰†๎žค๎ถฑ๎˜ƒ๎žฆ๎นณ๎žค๓ฐ‘๎žฆ๓ฐŽต๎žข๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žœ๎žฃ๎ท‚๎žฆ๏…Œ๎žข๏น๎žข๎žœ Artinya โ€œ Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Al Hasan bin Hirasy Al Baghdadi], telah menceritakan kepada kami [Habban bin Hilal], telah menceritakan kepada kami [Mubarak bin Fadlalah], telah menceritakan kepadaku [Abdu Rabbih bin Sa'id] dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Jabir] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang akhlaknya paling bagus. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya dariku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicara kata-kata tidak bermanfaat dan memperolok manusia." Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling banyak bicara itu?" Nabi menjawab "Yaitu orang-orang yang sombong." Berkata Abu Isa Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Hurairah dan ini merupakan hadits Hasan Gharib melalui jalur ini. Sebagian mereka meriwayatkan hadits ini dari [Mubarak bin Fadlalah] dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Jabir] dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam namun tidak disebutkan didalamnya dari Abdu Rabbih bin Sa'id dan riwayat ini lebih shahih dan bergosip banyak omong dan ngomong yang mengintai orang untuk berbicara dan membenci mereka.โ€2. Analisis Kualitas Hadits Kualitas sebuah hadits dapat ditentukan dengan melakukan dua cara, yakni tashih dan iโ€™tibar, yang keduanya memerlukan takhrij terlebih dahulu. Tashih dengan menentukan kualitas hadits berdasarkan kajian dirayahnya dengan menilai rawi dan sanad. Iโ€™tibar yaitu menentukan kualitas hadits berdasarkan kitab hadits, berdasarkan syarahnya dan berdasarkan pembahasan kitabnya. Takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan. Muhamad bin Isa At-Tirmidzi, Jamiโ€™ut Tirmidzi, Hadits No. 6009 Bab. Berbakti dan menyambung silaturrahim. Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2012. Hal. 189. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 147 Setelah penyusun melakukan takhrij pada hadits di atas, penyusun menemukan 17 hadits serupa yang tersebar dalam 15 kitab hadits. Dengan demikian terdapat beberapa jalur periwayatan hadits tersebut. Berikut ini penjabarannya ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ž๎บš๎ฝบ๎ฝต๎ฝฏ๎˜ƒ๎ž‚๎ดฟ๎ทฉ๎ถณ๎ถฐ๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๏€˜๎ฟณ๎ž€๎ปค๎ทช๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎บ€๎นป๎˜ƒ๏–ถ๓ฐ†๎ต•๎˜ƒ๎ตŽ๎ถ„๎ดฟ๎ป„๎นญ๎ž€ ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ถ๎ดฟ๎ทฉ๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ถ๎ดฟ๎นป๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žŠ๎žก๎ท‡๎บผ ๎žฃ๎žˆ๎ž€๎ทˆ๎ต—๎ถญ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ตฎ๎ถฆ๎ป”๎ฝน๎ฝต๎ฝฏ๎˜ƒ๎žˆ๎ž€๎ทˆ๎ต—๎ถ„๎˜ƒ๏™•๏—–๎žŠ๎ดฟ๎ถŠ ๏Œฑ๏…ฌ๎ท๎ž€๎บš๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡’๎žก๎บ˜๎ทœ๎˜ƒ๎žŠ๎ดฟ๎ถญ๎ธ„๎ผ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ค๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡’๎žก๎ทˆ๎ถณ๎นญ๎ž€ ๎ดฟ๏…Š๏ˆ๓ฐˆซ๓ฐˆ–๎ž€๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡™๏„œ๏„—๎˜ƒ๎žŒ๎ดฟ๎ถฐ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ž‚๎ž€๎žŠ๎ž€๎ทˆ๎นป Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 148 ๎žฃ๎ž‹๎žก๎บš๏ข๓ฐถ๓ฐข๎˜ƒ๎ž‚๏’๏๎บซ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎žŠ๎ทˆ๎ทœ๎˜ƒ๎พณ๎พ—๎ป“๎ตœ๎ถŠ ๎ดฟ๏…Š๏ˆ๓ฐˆซ๓ฐˆ–๎ž€๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡™๏„œ๏„—๎˜ƒ๎ž๎ปค๏„ผ๏„ซ๏„ง๎ž€๎žก๎˜ƒ๎ตŽ๎บค๎ž€๎ปค๎ถณ๎นญ๎ž€ ๎ปณ๎ป”๎ตบ๎ž€๎บš๎ฝน๎ฝต๎ฝฏ๎˜ƒ๎ž›๏’๏๓ฐ€”๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žž๎žŠ๓ฐ†™๓ฐ…ฒ๎นป ๓ฐŒŠ๓ฐŠบ๎ž€๏‰ด๏‰’๎ป”๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๎ž›๏’๏๓ฐ€”๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žž๎žŠ๓ฐ†™๓ฐ…ฒ๎นป Kemudian hadits tersebut dianalisis dengan cara tashih. Pertama penyusun mengidentifikasi para perawi hadits tersebut. Berikut ini hasilnya Ahmad bin Al Hasan bin Khirasy Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa Mubarak bin Fadlolah bin Abi Umayyah Tabi'in tdk jumpa Shahabat Abdu Rabbih bin Sa'id bin Qais bin 'Amru Muhammad bin Al Munkadir bin 'Abdullah bin Al Hudair Tabi'in kalangan pertengahan Jabir bin 'Abdullah bin 'Amru bin Haram Berdasarkan data ini, maka kita dapat mengatakan seluruh perawinya โ€žadil, tapi ada beberapa rawi yang memiliki dhabt/ kredibilitas yang kurang dibanding perawi hadist shahih. Hadits ini matannya marfu dan sanadnya muttasil. Kemudian jika ditinjau berdasarkan iโ€™tibar diwan, dapat dinyatakan bahwa kualitas hadits ini adalah hasan gharib. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 149 3. Analisis Isi Kandungan Hadits Hadis diatas dengan tegas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sangat menyukai orang yang berakhlak mulia dan membenci orang yang paling banyak bicara kata-kata tidak bermanfaat dan memperolok manusia. Bahkan Rasulullah menegaskan orang yang berakhlak mulia kelak akan dekat tempat duduknya bersama Rasulullah. Hadits diatas dapat menjadi motivasi yang kuat untuk menjadikan tujuan Pendidikan Islam yang sebenarnya adalah untuk memperbaiki akhlak. Dalam kehidupan manusia, semua hal telah diatur sedemikian rupa dalam agama Islam baik hubungan dengan Allah atau hubungan sesama manusia. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain , orang yang memiliki ibadah yang baik harus pula memiliki akhlak yang baik sesama manusia. Ini merupakan bentuk kesempurnaan yang agung dalam Islam. Hadits ini juga menekankan tentang kewajiban menjaga lisan karena dari lisan seseorang akan menimbulkan dua hal yaitu kebaikan atau kejelekkan. Maka kita sebagai manusia harus mengatakan hal yang baik-baik kepada orang lain dan meninggalkan kata-kata yang kurang bermanfaat . Apalagi perselisihan sering terjadi berawal dari tajamnya lisan seseorang sehingga menimbulkan perpecahan di kalangan umat islam. Maka dari itu kita harus senantiasa memiliki budi pekerti yang luhur, sebagaimana nasehat yang disampaikan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya dalam QS. Lukman ayat 19 ๎˜ƒ๎žง๎ธณ๎žฉ๎ถŠ๎ บ๎ปค๎žง๎บฆ๎˜ƒ๎ บ๎บ€๎žฉ๎นป๎˜ƒ ๎ บ๎บŸ๎žจ๎บฉ๎ บ๎ต๎ž€๎žง๎žก๎˜ƒ๎žง๎ธณ๎žฉ๎ถฆ๎ บ๎ป‡๎žง๎นป๎˜ƒ๎ บ๓ฐŒ„๎žฉ๓ฐ‹ค๎˜ƒ๎ บ๎ทˆ๎žฉ๎บซ๎ บ๎ทœ๎ž€๎žง๎žก๎ฐ๎˜ƒ๎˜ƒ๎žฉ๏‰ด๎ บ๏‰‹๎žฉ๏„ผ๎žง๏„ฌ๎ บ๏„ง๎ž€๎˜ƒ๎žจ๎žƒ๎ บ๎ปค๎žง๎บซ๎žง๎นญ๎˜ƒ ๎žฉ๎žƒ๎ž€๎žง๎ปค๎ บ๎บฆ๎žง๏„œ๎ บ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žง๏Š–๎žง๏‰ป๎ บ๎ถ‡๎žง๎ž€๎˜ƒ๎ณ๎žช๎žŸ๎žฉ๎ž€๎˜ƒ Artinya โ€œDan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.โ€ Dalam hadits di atas memerintahkan kita untuk menjadi pribadi yang rendah hati dan tidak angkuh. Ciri-ciri orang yang rendah hati adalah sederhana dalam berjalan dan berbicara. Sederhana atau wajar dalam berjalan dan berbicara bukan berarti berjalan dengan menundukkan kepala dan berbicara dengan lunak. Akan tetapi, maksudnya ialah berjalan dan berbicara dengan sopan dan lemah lembut, sehingga Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 150 orang merasa senang melihatnya. Adapun berjalan dengan sikap gagah dan wajar, serta berkata dengan tegas yang menunjukkan suatu pendirian yang kuat, tidak dilarang oleh agama. Akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan, tehnologi yang begitu cepat di negara kita ini, disamping mendatangkan manfaat yang banyak, juga dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi perkembangan bangsa ini. Hal ini ditandai dengan begitu cepatnya pengaruh budaya barat yang masuk ke Indonesia secara vulgar terutama bagi kaum mudanya, tanpa memperhatikan, memperhitungkan apakah budaya itu sesuai dengan kepribadian bangsa, norma sosial apalagi norma agama. Dalam hitungan waktu yang relatif singkat, budaya itu merasuk dalam jiwa anak-anak muda, pelajar, mahasiswa, sehingga benih-benih yang sifatnya negatif seperti kenakalan remaja, perkelahian antar pelajar, keterlibatan pelajar dalam narkoba, mencuri, dan sebagainya, hal tersebut selalu menghiasi surat kabar, media televisi kita. Selain , banyak sekali kasus-kasus seperti bullying di sekolah. Bullying merupakan suatu kejadian yang seringkali tidak terhindarkan terutama di sekolah. Bullying adalah penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok, suatu perilaku mengancam, menindas dan membuat perasaan orang lain tidak nyaman. Seseorang yang bisa dikatakan menjadi korban apabila dia diperlakukan negatif secara sengaja membuat luka atau ketidak nyamanan melalui kontak fisik, melalui perkataan atau dengan cara lain dengan jangka waktu sekali atau berkali-kali bahkan sering atau menjadi sebuah pola oleh seseorang atau lebih. Bullying seringkali terlihat sebagai bentuk-bentuk perilaku berupa pemaksaan atau usaha menyakiti secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau kelompok yang lebih โ€žlemahโ€Ÿ oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempersepsikan dirinya lebih โ€žkuatโ€Ÿ. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok misalnya kelompok siswa satu sekolah. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang berpegang pada moralitas tak bisa lain kecuali dari pendidikan, khususnya pendidikan agama. Sebab, moralitas yang Harun Nihaya , bullying di sekolah Dari diakses pada tanggal 18 Oktober 2021. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 151 mempunyai daya ikat masyarakat bersumber dari agama, nilai-nilai agama dan norma-norma agama. Itu semua merupakan problema yang harus dipecahkan oleh semua pihak baik dari orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah secara bersama-sama sesuai dengan kapasitas masing-masing. Dalam hal ini sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar yaitu mengemban misi moral dan memperbaiki akhlak peserta didiknya dengan melalui pelajaran agama Islam. Guru merupakan salah satu orang yang paling berpengaruh dalam mendewasakan anak didik agar menjadi anggota masyarakat yang berguna dan memiliki kepribadian yang mencerminkan akhlak yang mulia. B. Hadits tentang Pendidikan Akhlak II 1. Nash dan Terjemah Hadits ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๓ฐƒƒ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ ๎žฃ๎ตœ๎žฆ๎ต—๎žค๓ฐŠ‹๎žข๓ฐ‰ผ๎˜ƒ๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žค๎บฌ๎žข๓ฐ‰น๎žฆ๓ฐ‰˜๓ฐ™๏„š๎žฆ๏„’๎ป๎˜ƒ ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žฃ๎ธฅ๎žข๎ถจ๎žฆ๎ต—๎žฃ๎บท๎˜ƒ๎ดบ๎žข๓ฐƒ†๓ฐ™๎ดฝ๎žข๏…Œ๎žฆ๏ƒ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žข๎žƒ๎žฃ๎žœ๎ป๎žข๎žƒ๎˜ƒ๎ปŸ๎žฃ ๎ตฟ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰ ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎žข๎žš๏๎žข ๏ˆ๎žฆ๎ถก๎žข๎ต‹๎˜ƒ๎žฃ๏‡ฉ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žฃ๎žƒ๎ปŸ๎žฃ๓ฐ‰น๎žฆ๏Šž๎žข๏Šœ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰ ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎žก๎นข๎žค๎ตต๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žฆ๏‡”๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žค๎ทƒ๎žฆ๎ถจ๎žข๎ต๎˜ƒ ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ ๎žก๎ž–๎žœ๎žฃ๏–ฑ๎žฆ๓ฐ€พ๎žข๎นถ๎˜ƒ ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ ๎žฃ๎ฟ๎žค๎žฅ๎ทƒ๎žข ๏”ง๎žฃ๏—บ๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™š๎žฃ๓ฐŒ‹๎žฃ๎ž…๎ดบ๎žข๎ถก๎žค๎ทฟ๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žฃ๎ž˜๎ปŸ๎žฃ๎บด๎žข๎ž…๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žœ๎žก๎บ•๎žฆ๓ฐ‰น๎žข๓ฐ‰˜๎˜ƒ๎žค๏‡ฉ๎˜ƒ๎žค๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎ปŸ๎žฃ ๎ตฟ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎ดบ๎žŸ๎ป‚๎žค๎žฅ๎ธ‘๎žข๎ทฅ๎žข ๎ถฎ๎žฃ๎นถ๎˜ƒ๏„—๎žข๏„’๎žข๎žœ๎˜ƒ๎ดบ๎žŸ๎ป‚๎žค๎ธ€๎ดบ๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ ๎ณŒ๎žฅ๏•ฎ๎žค๏•‹๎ณŠ๎žฅ๎ถซ๎นจ๎ป๎˜ƒ ๎žฆ๎นป๎žฃ๎น’๎žข๎ตธ๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™š๎žข๓ฐŒ›๎žข๎žœ๎˜ƒ๎ดบ๎žŸ๎ท—๏๎žข ๏ˆ๎žฆ๓ฐ€๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™˜๎žฃ๏‡ถ๎žฃ๎ถซ๎žค๎บด๎ดบ๎žข๓ฐ€๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎ป๎žข๎ท‚๎žข๎ธฆ๎˜ƒ๏–ผ๎žข๓ฐ€พ๓ฐ‚‡๎˜ƒ๎ž ๎ทฏ๎ถก๎žค๏”ง๎žข๏”ฅ๎˜ƒ๎ž ๎นป๎žข๎บฟ๎žข๎ธ€๎˜ƒ๎ž ๏›๏น๎žค๎ทƒ๎žข๓ฐ€ Artinya โ€œTelah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan], telah meriwayatkan kepada kami [Abu Dawud] ia berkata, Telah memberitakan kepada kami [Syu'bah] dari [A'masy] ia berkata; Aku mendengar [Abu Wa`il] menceritakan dari [Masruq] dari [Abdullah bin Amr] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bukanlah seorang yang buruk perangainya. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.โ€2. Analisis Kualitas Hadits Kualitas sebuah hadits dapat ditentukan dengan melakukan dua cara, yakni tashih dan iโ€™tibar, yang keduanya memerlukan takhrij terlebih dahulu. Tashih dengan menentukan kualitas hadits berdasarkan kajian dirayahnya dengan menilai rawi dan sanad. Iโ€™tibar yaitu menentukan kualitas hadits berdasarkan kitab hadits, berdasarkan Muhamad bin Isa At-Tirmidzi, Jamiโ€™ut Tirmidzi, Hadits No. 1975 Bab. Berbakti dan menyambung silaturrahim. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 152 syarahnya dan berdasarkan pembahasan kitabnya. Takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan dan menjelaskan derajatnya ketika penyusun melakukan takhrij pada hadits di atas, penyususn menemukan 21 hadits serupa yang tersebar dalam 17 kitab hadits. Dengan demikian terdapat beberapa jalur periwayatan hadits tersebut. Berikut ini penjabarannya ๎˜ƒ๎ตŽ๎นป๎ดฟ๓ฐ€™๎˜ƒ๏ƒ‹๏‚ฟ๓ฐ€“๎˜ƒ๎ž…๎บš๎ธ•๎ถณ๎ป„๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๎žž๓ฐ†™๓ฐ…ฒ๓ฐ€•๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๏–ถ๓ฐ•๎ถณ๏”ซ๏‡„๎žฃ๎ท‡๎นป๏‰ด๏‰˜๎นญ๎ž€ ๎ฝซ๎ฝ“๓ฐ–๓ฐŽบ๎ถญ๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๎žข๏‰ด๏‰’๎น—๓ฐ™ ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๏“ค๏“’๎ป„๎นญ๎ž€ ๏—‡๓ฐƒ๎นญ๎ดฟ๎ถฆ๎ป”๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎žˆ๎žก๎ž€๎žˆ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๎ทˆ๎ถฐ๎ป„๎นป ๎žŠ๎ž€๏‰ฒ๏‰’๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ทˆ๎ถฐ๎ป„๏‹œ๏‹‡๎˜ƒ๎žŠ๎ดฟ๓ฐ€”๏”ก๏”’๎ž€๎˜ƒ๎บš๎ธ–๎ถญ๎นญ๎ž€ ๎ž‚๏–ถ๓ฐ†๎ตœ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ทˆ๏…Š๏ˆ๎ดฟ๎ป„๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๏€˜๎ฟณ๎ž€๎žก๎ผฐ๎ผ๎˜ƒ๎ž‚๎บš๎ธญ๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๎ž‚๏‰ด๏‰‹๏†๎ฝŒ๎ž€๎˜ƒ๎žš๎ดฟ๏”ฌ๏˜Œ๎พ Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2012. Hal. 189. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 153 ๎˜ƒ๎นง๎ตบ๎ดฟ๓ฐА๓ฐŠ„๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ค๎˜ƒ๎žŠ๎ž€๎ปค๎ถ‡๏„Ÿ๏„—๎ž€๎žŠ๎ดฟ๎ถณ๏Œบ๏Œน๏Œต๎ž€๎˜ƒ๏•ณ๏•๎ถฐ๎นญ๎ž€ ๎ปณ๎ป”๎ตบ๎ž€๎บš๎ฝน๎ฝต๎ฝฏ๎˜ƒ๎ž›๏’๏๓ฐ€”๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žž๎žŠ๓ฐ†™๓ฐ…ฒ๎นป Kemudian hadits tersebut dianalisis dengan cara tashih. Pertama penyusun mengidentifikasi para perawi hadits tersebut. Berikut ini hasilnya Tabi'in kalangan pertengahan Sulaiman bin Daud bin Al Jarud Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa Masruq bin Al Ajda' bin Malik bin Umayyah Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il Berdasarkan data ini, maka kita dapat mengatakan seluruh perawinya โ€žadil, tapi ada beberapa rawi yang memiliki dhabt/ kredibilitas yang kurang dibanding perawi Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 154 hadist shahih. Hadits ini matannya marfu dan sanadnya muttasil. Kemudian jika ditinjau berdasarkan iโ€™tibar diwan, dapat dinyatakan bahwa kualitas hadits ini adalah hasan shahih 3. Analisis Isi Kandungan Hadits Pendidik guru merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam pendidikan. Guru sebagai pendidik merupakan suatu amanah yang sangat berat untuk dilaksanakan. Dikatakan berat, karena guru harus bisa membimbing dan mengarahkan peserta didiknya ke arah yang positif dan lebih baik, dari semua aspek yang ada pada peserta didik baik dari segi kognitif, afektif, dan guru bisa mengemban amanah sebagai pendidik dengan baik, apabila ia mengerti akan berbagai teori yang menyangkut dirinya yang bertugas sebagai guru. Dalam kaitannya dengan masalah ini, akan dibahas dalam makalah ini berbagai asumsi yang diambil dari sumber utama agama Islam yakni Al-Qurโ€Ÿan dan Al-Hadits. Dalam kedua sumber tersebut terdapat banyak sekali literatur-literatur yang membahas tentang pendidik. Hadis diatas dengan tegas menunjukkan, Rasulullah SAW. Memiliki akhlak yang mulia dan tidak memiliki perangai yang buruk. Sehingga banyak yang mecontoh akhlak mulia beliau tanpa harus disuruh. Dalam perspektif pendidikan Islam, keteladanan uswah merupakan sebuah metode yang sangat efektif diterapkan oleh seorang guru dalam proses pendidikan. Karena keteladanan, hasilnya akan mempengaruhi individu jauh mencapai pada tahap kebiasaan, tingkah laku dan sikap. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Surah QS. Al-Ahzaab 21 ๎˜ƒ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๏Œ‚๎žข๏‹ง๎žข๎ž„๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๏”†๎žค๏“จ๏„›๏„’๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž™๎žฆ๎ปŸ๎žข๎ถก๎žฆ๎นจ๎ป๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žข๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎ปŸ๎žฃ๎ธ„๎žฆ๎ผญ๎žข๎ผ„๎˜ƒ๎žข๎žš๓ฐ†”๎žข๓ฐ„ฝ๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข ๏„๎žค ๏„‹๎˜ƒ๎ž ๎ธฅ๎žข๎ถซ๎žข๎บฟ๎žข๎ธ€๎˜ƒ๎ž ๎ฝ๎žข๎ปŸ๎žฆ๎บด๎ณŒ๎ท๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žค๎ž˜๎ปŸ๎žฃ๎บด๎žข๎ž…๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐ‹Ÿ๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™˜๎žฃ๏‡ถ๎žข๓ฐ™›๎นจ๎˜ƒ๎žข๎žš๓ฐ†”๎žข๓ฐ„ฝ๎˜ƒ๎žฆ๎ทƒ๎žข๎ทค๎žข๎นจ๎ป๎žŸ๏‰ฏ๏‰†๎žค๎ถฑ๎žข๎น€๎˜ƒ๎žข๎ฑฎ Artinya โ€œSesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu uswatun hasanah suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.โ€ [QS. Al-Ahzaab 21] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung Remaja Rosdakarya. 1994. Hal. 74-75. Departemen Agama RI, Al-Qurโ€™an dan Terjemahannya. Bandung CV Darus Sunnah, 2015. Hal. 420 Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 155 Keteladanan dalam proses pendidikan ini juga menjadi tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Dalam proses bimbingan yang dilakukan sejak anak lahir hingga dewasa tidak lepas dari peran orang tua dalam memberikan contoh seperti ibadah, sikap menghormati dan tutur kata yang baik. Maka dalam hal ini, pendidik di sekolah dan orang tua di rumah harus sama-sama bersinergi untuk memberikan keteladanan agar anak memiliki akhlak yang baik. C. Hadits tentang Pendidikan Sosial I 1. Nash dan Terjemah Hadits ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎ž ๎žƒ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๎บฟ๎žฃ๎นถ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎˜๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๏•จ๎žข ๏•„๎žฆ๏”ง๎žข๏—บ๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žข๎ธฅ๎žข๎ถจ๎žฆ๎ต—๎žฃ๎บท๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žข๎ฝ๎žข๎žƒ๎ดบ๎žข ๎ถฎ๎žข ๎ท—๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ ๎žก๓ฐ‚ฅ๎žข ๏–‡๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žค๎žฅ๏•ฎ๎žค๏•‹๎ณŠ๎žฅ๎ถซ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žค๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žฃ๎ธก๎žฆ๎ถซ๎žข๎ต๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๏—‚๎žค๓ฐ‰๎žข๎ž…๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎žข๎žœ๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ๎žค๎ปถ๎žค๎žฅ๎ปฒ๎žข๎ต—๎žฃ๓ฐƒบ๎žฆ๏„‹๎ป๎˜ƒ๎žก๏“Ÿ๎žฆ๏“ƒ๎žข๎บฟ๎žฃ๎ธ€๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎˜๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žฃ๎ฝ๎žข๎žƒ๎ดบ๎žข๎ถฎ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ ๎žก๓ฐ‚ฅ๎žข๏–‡๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ๎žค๎žฅ๏•ฎ๎žค๏•‹๎ณŠ๎žฅ๎ถซ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žค๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎ข๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž " ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žค๎บฟ๎žฆ๎ทฅ๎žข๎ถซ๎žค๎นจ๎˜ƒ ๎ณŒ๎žฅ๎ตฉ๎žค๏”ง๎žฃ๏—บ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๎นถ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎ถก๎žค๎ทฟ๓ฐ™๏„š๎žค๏„’๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎ตฉ๎žค๏”ง๎žฃ๏—บ๎˜ƒ๏•จ๎ณŠ๎žฅ๏•‘๎žข๎ธ€๎˜ƒ๎žฆ๓ฐ™š๎žฃ๓ฐŒ‹๎žฃ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฃ๎นป๎žค๎นถ๎žฆ๎ป’๎žฃ ๎ตธ๎˜ƒ๏„—๎žข๏„’. Artinya โ€œTelah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan], telah meriwayatkan kepada kami [Abu Dawud] ia berkata, Telah memberitakan kepada kami [Syu'bah] dari [A'masy] ia berkata; Aku mendengar [Abu Wa`il] menceritakan dari [Masruq] dari [Abdullah bin Amr] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bukanlah seorang yang buruk perangainya. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.โ€2. Analisis Kualitas Hadits Kualitas sebuah hadits dapat ditentukan dengan melakukan dua cara, yakni tashih dan iโ€™tibar, yang keduanya memerlukan takhrij terlebih dahulu. Tashih dengan menentukan kualitas hadits berdasarkan kajian dirayahnya dengan menilai rawi dan sanad. Iโ€™tibar yaitu menentukan kualitas hadits berdasarkan kitab hadits, berdasarkan syarahnya dan berdasarkan pembahasan kitabnya. Takhrij adalah menunjukkan tempat Muhamad bin Ismaโ€Ÿil Al-Bukhari, Shahih Bukhari Hadits No. 13 Bab. Adab Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 156 hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan dan menjelaskan derajatnya ketika penyusun melakukan takhrij pada hadits di atas, penyususn menemukan 87 hadits serupa yang tersebar dalam 48 kitab hadits. Dengan demikian terdapat beberapa jalur periwayatan hadits tersebut. Berikut ini penjabarannya ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๏„Ÿ๏„—๎˜ƒ๎ปป๎ปท๎ป„๎นป๎˜ƒ๎ทด๎ถฆ๏”ฌ๏”ช๎˜ƒ๏ƒ‹๏‚ฟ๓ฐ€“๎˜ƒ๎ž…๎บš๎ธ•๎ถณ๎ป„๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๎ทˆ๎ถฐ๎ป„๏„”๏„๎ž€๎พณ๎พ—๎ตœ๎ถ‡ Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2012. Hal. 189. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 157 ๏—‡๓ฐƒ๎นญ๎ดฟ๎ถฆ๎ป”๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎žˆ๎žก๎ž€๎žˆ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๎ทˆ๎ถฐ๎ป„๎นป ๎žŠ๎ž€๏‰ฒ๏‰’๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ทˆ๎ถฐ๎ป„๏‹œ๏‹‡๎˜ƒ๎žŠ๎ดฟ๓ฐ€”๏”ก๏”’๎ž€๎˜ƒ๎บš๎ธ–๎ถญ๎นญ๎ž€ ๓ฐŒŠ๓ฐŠบ๎ž€๏‰ด๏‰’๎ป”๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๏“ค๏“ˆ๎ถฆ๎นป๎ดฟ๎ป‡๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ทˆ๎ถฐ๎ป„๎นป ๎บ๏”‰๏“ฒ๎˜ƒ๏ƒ‘๏‚ฟ๎บฆ๎ปค๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๏ƒ‹๏‚ฟ๎ตœ๎ตฝ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๏€˜๎ฟณ๎ž€๎žก๎ž‹๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ค๎˜ƒ๏ƒ‘๏‚ฟ๎ตœ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ทˆ๎บซ๎ทฉ๏„”๏„๎ž€ ๓ฐŒŠ๓ฐŠบ๎ž€๏‰ด๏‰’๎ป”๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๎ปŽ๎บน๎žก๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎นธ๎ธš๎ตœ๏„”๏„๎ž€ ๎˜ƒ๎บš๎ธซ๎ดฟ๎ป‘๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๏„Ÿ๏„—๎˜ƒ๎ธช๎ตฝ๎žˆ๎ž€๎ทˆ๎ต—๎ถญ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ธช๓ฐ€ฅ๎ถฆ๎ป‡๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๎บ€๎นป๎˜ƒ๏–ถ๓ฐ†๎ต•๎˜ƒ๎ตŽ๎ถ„๎ž€๏”ฃ๏”’๎ž€๎ฝซ๎ฝ”๎นณ๎ป„๎นญ๎ž€ Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 158 ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎บš๎ฝบ๎ฝต๎ฝฏ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ถ๎ž€๎ปค๎ตœ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ž‡๎ปค๎ถฆ๎ป‡๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎บ€๎ต•๎˜ƒ๎ž‚๎ดฟ๎ทฉ๎ถณ๎ถฐ๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๏€˜๎ฟณ๎ž€๎ปค๎ทช๎นญ๎ž€ ๏•ณ๏•“๎ถฆ๎นญ๎ดฟ๏ข๓ฐถ๓ฐข๎˜ƒ๎ธช๎ถฆ๎ท๎ปค๎บซ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ž‡๎ปค๎ถฆ๎บผ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ค๎˜ƒ๎žŸ๎ปค๎ตœ๎ถ„๎žŠ๏„Ÿ๏„—๎ž€ ๎˜ƒ๎žŸ๎ปค๎ตœ๎ถ„๎žŠ๏„Ÿ๏„—๎ž€๎ฝซ๎ฝ“๓ฐ–๓ฐŽบ๎ถญ๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๎žข๎บš๎ต—๎บซ๎นญ๎ž€ ๓ฐ‚ณ๓ฐ๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žŒ๎ดฟ๎ถญ๎ตœ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๏ ๏พ๎ทˆ๓ฐ€•๎˜ƒ๎บ€๎นป๎˜ƒ๎บ๏”‰๏“ฒ ๎žฃ๎บš๎ธš๎ป‡๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๎ธช๎ถฆ๎ป„๓ฐ‚Œ๏„ผ๏„ซ๏„ง๎ž€๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐ‹ถ๎ดฟ๎นป๏„Ÿ๏„—๎ž€ ๎ตฎ๎ถฆ๎ป”๎ฝน๎ฝต๎ฝฏ๎˜ƒ๎บ‹๎ตฝ๎บš๎ทช๎ถณ๎นญ๎ž€๎žก๎˜ƒ๎ตŽ๏„ผ๏„ฐ๏„ง๎ž€๎˜ƒ๎žž๎ดฟ๎ธซ๎žก๎ผ๎˜ƒ๏™–๎พถ๎ปค๎นป ๎ž๏’๏๏†๎ฝŒ๎ž€๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡™๎˜ƒ๏Š–๏‰ป๎ถ„๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๏„Ÿ๏„—๎˜ƒ๎ธช๎ถฐ๎ป„๎นญ๎ž€ ๎˜ƒ๎ธช๓ฐ€“๎ดฟ๏„ผ๏„ฐ๏„ง๎ž€๎žก๎˜ƒ๎ธช๎ถฐ๎ป„๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎นง๎ธซ๎ผ๎˜ƒ๎žˆ๎ดฟ๎ทฉ๎ถณ๎ต•๎ž€๎˜ƒ๎ž๎ปค๎บฆ๎ผ๎˜ƒ๎ž†๏–ถ๓ฐ€ป๓ฐŒŠ๓ฐŠญ๓ฐ†™๓ฐ…ฒ๎นญ๏’๓ฐฎ๓ฐข ๏ƒ‘๏‚ฟ๎ถฆ๎ทฉ๎ตœ๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๏‰ด๏‰‹๎ถญ๎น—๓ฐ™ ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎บ๎ดฟ๎ทช๎ตœ๎บฉ๎นญ๎ž€ Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 159 ๎พณ๎พ—๎ตœ๎ถ‡๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๏„Ÿ๏„—๎˜ƒ๎žŸ๎ดฟ๓ฐ–๓ฐ๎บฆ๎ผ๎˜ƒ๎žŠ๎ดฟ๎ถญ๎ธ„๎ผ ๎˜ƒ๎ทˆ๎ธซ๏”ก๏”’๎ž€๎žœ๎žŠ๎ดฟ๎ถญ๏„”๏„๎ž€๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡™๏„œ๏„—๎˜ƒ๎บ‹๎ตบ๎ดฟ๎ทœ๏”ฃ๏”’๎ž€๎žก ๎žฃ๎ž‹๎žก๎บš๏ข๓ฐถ๓ฐข๎˜ƒ๎ž‚๏’๏๎บซ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎žŠ๎ทˆ๎ทœ๎˜ƒ๎พณ๎พ—๎ป“๎ตœ๎ถŠ Kemudian hadits tersebut dianalisis dengan cara tashih. Pertama penyusun mengidentifikasi para perawi hadits tersebut. Berikut ini hasilnya Musaddad bin Musrihad bin Musribal bin Mustawrid Yahya bin Sa'id bin Farrukh Tsiqah Mutqin, Hafidz, Imam, Qudwah Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad Tabi'ut Tabi'in kalangan tua Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 160 Qatadah bin Da'amah bin Qatadah Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram Berdasarkan data ini, maka kita dapat mengatakan seluruh perawinya โ€žadil, matannya mafru dan sanadnya muttasil. Kemudian jika ditinjau berdasarkan iโ€™tibar diwan, hadits ini berada di dalam kitab Shahih, yang diyakini hanya memuat hadits-hadits shahih. Maka dari semua tinjauan ini, dapat dinyatakan bahwa kualitas hadits ini adalah shahih. 3. Analisis Isi Kandungan Hadits Islam mengajarkan manusia untuk hidup bersosialisasi dengan yang lainnya. Baik itu bersosialisasi di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan terciptanya social yang baik di semua tempat, maka akan tercipta ketenangan dan ketentraman. Latar belakang suku, bangsa, agama, dan yang lainnya tidak menjadi penghalang bagi kita untuk saling mengenal dan berteman dengan siapapun. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis / suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan โ€“ perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Hadits diatas menjalaskan bahwasanya kita diperintahkan untuk mencintai sesama, bahkan seperti mencintai diri sendiri. Implementasi dari rasa cinta ini adalah saling tolong menolong dan memberikan manfaat bagi yang lainnya. Rasa cinta yang diberikan sesama ini dengan mengesampingkan perbedaan yang ada, agar tidak terjadi perpecahan. Saling menyayangi diantara sesama manusia merupakan salah satu indikator seseorang berakhlak. Dalam hal ini erat kaitannya dengan hubungan sesama manusia atau disebut dengan hablum min-annas. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 161 Islam mengajarkan kedamaian , ketentraman dan persaudaraan. Dengan akhlak yang baik maka akan tercipta persaudaraan dan ketentraman diantara sesama manusia. Akan tetapi akhlak yang buruk akan menimbulkan perselisihan dan perpecahan diantara sesama manusia. Tentu hal iniharus menjadi perhatian besar bagi semua orang untuk senantiasa memperbaiki akhlaknya menjadi lebih baik agar tercipta kemashalatan bersama. D. Hadits tentang Pendidikan Sosial II 1. Nash dan Terjemah Hadits ๎˜ƒ๎žฆ๎ผ„๎žข๎บ•๎žฃ๎ธฆ๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐŠฒ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žค๎žš๎ดบ๎ณŠ๎žฅ๎นน๎ณŠ๎žฅ๎บฟ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žก๓ฐ„–๎žค๎ฝ‡๎ดบ๎žข๎บก๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐŠฒ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎žก๏Š‘๎žฆ๏‰ถ๎žข๎ตฟ๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐŠฒ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๓ฐ‹ฟ๎žข ๓ฐ‹ฑ๎žฆ๎ปŸ๎žข๎นถ๎˜ƒ๎žก๎žฅ๎ปฎ๎žข๓ฐŠ‹๎žฃ๓ฐ‰ผ๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žข๎ต๎˜ƒ๎ž ๓ฐฑ๎žค ๓ฐ๎ดบ๎žข๎นถ๎˜ƒ๏‚ถ๎žค๏‚–๎žข๏ณ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ๎žฃ๎นข๎ถก๎žค๎ต๎ดบ๎žข๓ฐŠ‹๎žฆ๓ฐ‰ผ๎ณŽ๎น๎˜ƒ๎ดบ๎žข๏…๎žข๏‰๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๓ฐ€๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎žš๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žข๎ฝ๎žข๎ผญ๎˜ƒ๎žข๎ท˜๎˜ƒ ๎žฃ๎บฌ๎žข๎ป๎žข๎ต—๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข ๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎ทƒ๎žข๎ถฎ๎žฆ๎บท๎ป๎˜ƒ๎žก๎บ†๎ตธ๎žค๎บ•๎žข๎ป๎žค๎ตฟ๎˜ƒ๏—‚๎žค๓ฐ๎žฆ๏‹—๎žข๏Šป๎˜ƒ๎ž ๎นข๎žฃ๓ฐ€”๎žข๎ž…๎˜ƒ๎ดบ๎žข๎นน๎žข๎ถซ๎žฆ๓ฐ‚‡๎žข ๓ฐฅ๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ท—๎˜ƒ๎žข๓ฐ™—๎ณŠ๎žฅ๎ปฒ๎žข๎บด๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ธก๎žฆ๎ถก๎žข ๎นฎ๎žข๓ฐ€Ž๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๏ƒ†๎ณŠ๎žฅ๏‚บ๎žข๎บก๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ปŸ๎žฃ๎บด๎žข๎ž…๎˜ƒ๎ป๎žŸ๏‰ฏ๎žฆ๏‰ƒ๎žค๎ตฟ๎˜ƒ๎žข๎ทƒ๎žข๓ฐ€”๎žข๎ปŸ๎˜ƒ๎žข๎ต„๎žข๎นฎ๎žข ๎ตฟ๎˜ƒ๎žฆ๎ทƒ๎žข๎ทค๎žข ๎นจ๎˜ƒ๎žฃ๎นข๎žฃ๓ฐ€”๎ณŠ๎žฅ๏”ž๏”๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ทค๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žค๎บฌ๎žข๎ป๎žข๎ต—๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žค๎นถ๎˜ƒ๎ž๎žข๏‰ฏ๎ณŠ๎žฅ๏‰–๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žฃ๓ฐ†๎žฃ๓ฐ„ฝ๎ณ๎ดฝ๎žข๓ฐ‚ผ๎˜ƒ๎žฃ๎ตž๎žข๎ธจ๎žฆ๎นฎ๎žข๎ตธ๎˜ƒ๎ž ๎ตฉ๎žฆ๓ฐ…Ÿ๎žข๓ฐ„ฝ๎˜ƒ๎ป๎žข๎ž„๎ณŽ๎ดน๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žข๎ž€๎žข๏”†๎žข๏“จ๎˜ƒ๎ณŠ๎žฅ๓ฐˆ๎žฃ๓ฐŒผ๎˜ƒ๎žข๎ผ๎žค๏–ฑ๎žข๓ฐ๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎ดบ๎žข๓ฐ‘๓ฐŽต๎žค๎ท˜๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎žข๏‰ญ๎žข๏‰๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎ป๎žข๎ท‚๎žข๎ธฆ๎˜ƒ๎˜ƒ๎žข๓ฐ‡ฎ๎žข๎บฟ๎žฆ๎นถ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎ณŠ๎žฅ๓ฐˆ๎žฃ๓ฐŒผ๎˜ƒ๎žฃ๎ธก๎ณŠ๎žฅ๎ทฅ๎žฃ๎ทฟ๎˜ƒ๓ฐ™๏๎žข ๏ˆ๎žข๓ฐ™–๎žข ๓ฐ‰๎˜ƒ๎žข๏‰ฏ๎žฆ๏‰ƒ๎žค๎ถจ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎žข๏‰ญ๎žข๏‰๎žข๎ท˜๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐŠฒ๎˜ƒ๎žข๎ต„๎žข๎นฎ๎žข๎ตฟ๎˜ƒ๎žข๎žš๓ฐ†”๎žข๓ฐ„ฝ๎˜ƒ๎žž๎žค๓ฐˆฅ๎ณŠ๎žฅ ๓ฐˆ‘๎ป๎˜ƒ๎žฃ๎นข๎žฆ๎ถฑ๎žค๎นถ๎˜ƒ๎žค๎บฌ๎žข๎ป๎žข๎ต—๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žฆ๎นป๎žค๎นถ๎˜ƒ ๎žข๎ตฉ๎žฆ๓ฐ…Ÿ๎žข๓ฐ…ญ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ตฉ๎žฆ๓ฐ…Ÿ๎žข๓ฐ…ญ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๎ฝ ๎žข๎ฝŽ๎žข๎บฟ๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žค๎ธก๎ถก๎žค๎ทฅ๎žค๎ตฟ๎˜ƒ๎žฃ๓ฐ‡ผ๎˜ƒ๎žค๎žฅ๓ฐ†๎žฃ๓ฐ„ฝ๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐ‹Ÿ๎˜ƒ๎žฆ๎นณ๎žข๎ต—๎žข๎ถ‚๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ดบ๎žข๎ทค๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎ป๎žŸ๏”†๎žฆ๏“ญ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žค๓ฐˆ๎žค๓ฐŒฉ๎ดบ๎žข๓ฐ‘๎žข๓ฐŽผ๎žฆ๎นจ๎ป๎˜ƒ๓ฐŒ…๎žค๓ฐ‹Ÿ๎˜ƒ๎ดบ๎žข๎ถซ๎žข ๎นจ๎˜ƒ ๎ณŠ๎žฅ๎žš๎ณŽ๓ฐ‘ธ๎žข๎žœ๎˜ƒ๎žค๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๎ž˜๎ปŸ๎žฃ๎บด๎žข๎ž…๎˜ƒ๎ดบ๎žข๓ฐ‚ผ๎˜ƒ๎ป๎ปŸ๎žฃ๎นจ๎ดบ๎žข ๎ท—๎˜ƒ๎žฃ๓ฐˆ›๎žข ๓ฐˆ‘๎˜ƒ๎žข๎บ•๎žข๎ทฅ๎žข๎ต’๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žฃ๓ฐˆ›๎žข ๓ฐˆ‘๎˜ƒ๎žฃ๎ฑฎ๎ณŠ๎žฅ๎ฑญ๎ฑฌ๎ป๎˜ƒ๎žข๏Š‘๎žข๏‰ถ๎žข๎ป‚๎žข๎ท˜๎˜ƒ๎žก๎ทƒ๎žค๎ถจ๎žข๎น€๎˜ƒ ๎žค๎พ๎ป๎žข๎ž„๎˜ƒ๎˜ƒ๎ž ๏”†๎žฆ๏“ญ๓ฐ™๎ท๎˜ƒ๎žก๎ธฅ๎žข๎ถจ๎žฆ๎ปŒ๎žข๎ž… Artinya โ€œTelah menceritakan kepada kami [Isma'il] telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Sumayya] bekas budak Abu Bakr, dari [Abu Shalih As Samman] dari [Abu Hurairah] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Pada suatu ketika ada seorang laki-laki sedang berjalan melalui suatu jalan, lalu dia merasa sangat kehausan. Kebetulan dia menemukan sebuah sumur, maka dia turun ke sumur itu untuk minum. Setelah keluar dari sumur, dia melihat seekor anjing menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata dalam hatinya; 'Alangkah hausnya anjing itu, seperti yang baru ku alami.' Lalu dia turun kembali ke sumur, kemudian dia menciduk air dengan sepatunya, dibawanya ke atas dan diminumkannya kepada anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepada orang itu diterima-Nya amalnya dan diampuni-Nya dosanya.' Para sahabat bertanya; 'Ya, Rasulullah! Dapat pahalakah Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 162 kami bila menyayangi hewan-hewan ini? ' Jawab beliau 'Ya, setiap menyayangi makhluk hidup adalah berpahala."2. Analisis Kualitas Hadits Kualitas sebuah hadits dapat ditentukan dengan melakukan dua cara, yakni tashih dan iโ€™tibar, yang keduanya memerlukan takhrij terlebih dahulu. Tashih dengan menentukan kualitas hadits berdasarkan kajian dirayahnya dengan menilai rawi dan sanad. Iโ€™tibar yaitu menentukan kualitas hadits berdasarkan kitab hadits, berdasarkan syarahnya dan berdasarkan pembahasan kitabnya. Takhrij adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan dan menjelaskan derajatnya ketika penyusun melakukan takhrij pada hadits di atas, penyususn menemukan 17 hadits serupa yang tersebar dalam 15 kitab hadits. Dengan demikian terdapat beberapa jalur periwayatan hadits tersebut. Berikut ini penjabarannya ๏•ณ๏•™๎ถฆ๓ฐจ๓ฐข๎ž€๎˜ƒ๏•ญ๏•‰๏”ฌ๏—ฟ๎˜ƒ๎ธช๎ตฝ๎ž€๎žก๎žŠ๎˜ƒ๓ฐถ๓ฐข๎ดฟ๎นป๎˜ƒ๎ต‚๎ป‘๎ปค๎นป Muhamad bin Ismaโ€Ÿil Al-Bukhari, Shahih Bukhari Hadits No. 6009 Bab. Adab Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2012, 189. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 163 ๎ฝซ๎ฝ“๓ฐ–๓ฐŽบ๎ถญ๓ฐจ๓ฐข๎˜ƒ๎žข๏‰ด๏‰’๎น—๓ฐ™ ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๏“ค๏“’๎ป„๎นญ๎ž€ ๓ฐถ๓ฐข๎ดฟ๎นป๎˜ƒ๎ต‚๎ป‘๎ปค๎นป๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠบ๎ดฟ๎ถญ๓ฐ‚Œ๎ป‡๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎บ€๎ป„๏†Ž๎ฝŒ๎ž€๎˜ƒ๏‡ฎ๏‡™๎˜ƒ๎ทˆ๓ฐ‰พ๏Šฃ๏Šก๎˜ƒ๎ธช๎ตฝ๎ž€๎žก๎ผฒ๎ผ ๎žฃ๎บš๎ธซ๏”ก๏”’๎ž€๎˜ƒ๎ตฎ๎ตœ๎บซ๎นป๎˜ƒ๓ฐŒŠ๓ฐŠท๎ผ๎˜ƒ๎ธช๎ตฝ๎ž€๎žก๎ผฒ๎ผ๎˜ƒ๓ฐถ๓ฐข๎ดฟ๎นป๎˜ƒ๎ต‚๎ป‘๎ปค๎นป Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 164 Kemudian hadits tersebut dianalisis dengan cara tashih. Pertama penyusun mengidentifikasi para perawi hadits tersebut. Berikut ini hasilnya Musaddad bin Musrihad bin Musribal bin Mustawrid Yahya bin Sa'id bin Farrukh Tsiqah Mutqin, Hafidz, Imam, Qudwah Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa Syu'bah bin Al Hajjaj bin Al Warad Tabi'ut Tabi'in kalangan tua Qatadah bin Da'amah bin Qatadah Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram Berdasarkan data ini, maka kita dapat mengatakan seluruh perawinya โ€žadil, matannya mafru dan sanadnya muttasil. Kemudian jika ditinjau berdasarkan iโ€™tibar diwan, hadits ini berada di dalam kitab Shahih, yang diyakini hanya memuat hadits-hadits shahih. Maka dari semua tinjauan ini, dapat dinyatakan bahwa kualitas hadits ini adalah shahih. 3. Analisis Isi Kandungan Hadits Islam merupakan agama yang sempurna, dimana seluruh aspek kehidupan manusia telah diatur sedemikian rapi. Hal ini karena Islam datang membawa kasih sayang dan rahmat bagi alam semesta. Di antara bentuk rahmat agama ini bahwa ia telah sejak dahulu menggariskan kepada pemeluknya agar berbuat baik dan menaruh belas kasihan terhadap binatang. Prinsip ini telah ditancapkan jauh sebelum munculnya organisasi/kelompok pecinta atau penyayang binatang. Hadits di atas mengisyaratkan bahwa dengan memberikan air kepada binatang saja dapat mengantarkan manusia masuk ke dalam surga. Karena menyayangi binatang adalah bagian dari ajaran agama ini, maka sepanjang sejarah umat Islam, mereka menjaga dan menjalankan prinsip ini dengan baik. Namun ada perbedaan yang Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 165 sangat mendasar antara keumuman kelompok pecinta binatang dengan kaum muslimin dalam hal menyayangi binatang. Kaum muslimin melakukannya karena sikap patuh terhadap perintah agama dan adanya harapan mendapatkan pahala serta takut terhadap azab neraka bila sampai menzalimi binatang. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Binatang adalah makhluk Allah SWT yang diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Binatang juga butuh makan dan minum sama seperti manusia. Ketika kita berbuat baik kepada binatang, maka Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda tanpa terkecuali. Selain itu, ketika menggunakan hewan untuk membantu dalam mencari nafkah kita pun harus memiliki adab yang baik terhadapnya. Harus menyayang dan tidak menyiksa tanpa alasan yang dibenarkan, apalagi hewan yang dilarang dibunuh dalam aturan agama Islam. Rasulullah SAW bersabda tentang diazabnya seorang perempuan karena, mengurung seekor kucing sampai meninggal. ๎˜ƒ๎žง๎ž๎ดฟ๎žง๎ทœ๎˜ƒ๎ปป๎ปท๎บน๎žก๎˜ƒ๎ธฆ๎ถฆ๎นณ๓ฐ€“๎˜ƒ๎ฑณ๎Ÿ‰๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๏ƒ‹๏‚ฟ๎บฆ๎˜ƒ๎žฉ๎ฑณ๎ณ๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๎žง๎ž๎ปค๎žจ๎บน๎žง๎žŠ๎˜ƒ๎ณ๎žช๎žŸ๓ฐ™•๎ผ๎˜ƒ๓ฐ™ ๎˜ƒ๎ดฟ๎นพ๓ฐ–๓ฐ„๎ต•๎˜ƒ๎ฑณ๎Ÿ‰๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๏—๓ฐŽ๎žŠ๎˜ƒ๓ฐ™ ๎˜ƒ๎žง๎บš๎žง๓ฐ‰พ๎žจ๓ฐ‰๎˜ƒ๎žฉ๏‡ฎ๎žซ๏‡™๎˜ƒ๎žฉ๎ฑณ๎ณ๎žช๎ฑฒ๎ฑฑ๎ž€๎˜ƒ๎žฉ๎ทˆ๎žซ๎ถญ๎žง๎ต•๎˜ƒ๎žซ๎บ€๎žง๎ต•๎˜ƒ๎˜ƒ๎ฃ“๎˜ƒ๎˜ƒ๎˜ƒ๎žฅ๎ž‚๓ฐ™•๎ผ๎žง๏…ฝ๎žซ๏…ฎ๎ž€๎˜ƒ๎žฉ๏ž๎žง๏…๎žฉ๎žช๎ท‡๎žจ๓ฐ€“ ๎˜ƒ๎žง๏„œ๏„—๎žง๎žก๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๓ฐ–๎žซ๓ฐ‡๎žง๎นพ๎žง๎ตœ๎žซ๎ป‘๓ฐ™•๎ผ๎˜ƒ๎žง๓ฐŒŠ๎žฉ๓ฐ‹บ๎˜ƒ๎žง๏„œ๏„—๎˜ƒ๎ง๎žง๎žŠ๎ดฟ๎ณ๎žช๎ถฐ๎นญ๎ž€๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๓ฐ–๓ฐŽบ๎žฉ๎ท๎˜ƒ๎žซ๎ตก๎žง๎นณ๎žง๓ฐ€”๎žง๎ทˆ๎žง๎ท๎˜ƒ๎ง๎žซ๏ž๎žง๏‹๎ดฟ๎žง๎นป๎˜ƒ๏•ญ๎ณ๎žช๏•–๎žง๎ธ…๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๓ฐ–๎žซ๓ฐ‡๎žง๎ถฐ๎žง๏”ฐ๎žง๏‹Ÿ๎˜ƒ๎žฆ๎ž‚๎ณ๎žช๎บš๎žฉ๎ธซ๎˜ƒ๓ฐŒŠ๎žฉ๓ฐ‹ค๎˜ƒ๎˜ƒ๎žง๓ฐŒŠ๎žฉ๓ฐ‹บ๎˜ƒ๎žง๏„œ๏„—๎žง๎žก๎˜ƒ๎ง๎ดฟ๎žง๓ฐ–๎žซ๓ฐ‡๎žง๎ป„๎žง๓ฐ‚“๎žง๓ฐ€•๎˜ƒ๎žซ๎ž‰๎ณ“๎พ๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๓ฐ–๎žซ๓ฐ‡๎žง๎ทฉ๎žง๎บน ๎˜ƒ๎žฉ๎ž๎žซ๎žŠ๓ฐ™•๏„Ÿ๏„—๎ž€๎˜ƒ๎žฉ๎ž๎ดฟ๎žง๎ป‡๎žง๎ธ„๎˜ƒ๎žซ๎บ€๎žฉ๎นป๎˜ƒ๎žจ๓ฐ†”๎žจ๓ฐ…‚๎ณ’๎ต‚๎žง๓ฐƒŽ๎˜ƒ๎ดฟ๎žง๓ฐ–๎žซ๓ฐ‡๎žง๎น…๎žง๎ผฒ๎žง๎ผ– Artinya โ€œDari Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda seorang perempuan diazab karena menyiksa seeker kucing yang diikat sampai mati. Allah pun memasukannya ke neraka. Perempuan itu tidak memberikan makan atau minum ketika mengurungnya. Tidak juga membiarkannya mencari makan dari serangga-serangga di bumi.โ€ Muttafaqun โ€žAlaihi Diantara makhluk ciptaan Allah adalah hewan. Baik hewan, maupun manusia, sama-sama merupakan ciptaan Allah Swt. Allah Swt. memang menakdirkan hewan untuk ditundukkan oleh manusia karena manusia memiliki akal pikiran. Sebagian hewan ada yang memang berbahaya dan manusia harus menjauhinya, tapi ada juga yang Allah takdirkan hewan tersebut dimanfaatkan Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 166 Binatang merupakan makhluk ciptaan Allah, Nabi Muhammad sangan dikenal dengan sifatnya yang sangat menyayangi binatang, salah satu hewan kesukaanya adalah kucing, di dalam suatu hadis diriwayatkan ketika kucingnya sedang tidur di tangannya, beliau tidak membangunkan kucing tersebut, karena Rasul mempunyai sifat penyayang yang luar biasa terhadap hewan, beliau rela merobek pakaiannya demi kucing tersebut. karena binatang juga sama seperti manusia yang mempunyai menganjurkan agar manusia dapat berperilaku dengan baik terhadap binatang, apabila manusia dapat menjaga kelestraian lingkungannya, maka alam pun akan bersahabat dengan nya. namun meskipun Rasul sangat menyayangi semua binatang, tetapi ada riwayat yang menjelaskan bahwa ada binatang yang dianjurkan umatnya untuk dibunuh, terdapat beberapa hadis yang menganjurkan membunuh hewan. Dalam persoalan hadis anjuran membunuh hewan bertentangan dengan sifat Rasulullah yang yang sangat menyayangi hewan dan menganjurkan kepada umatnya agar tidak membunuh hewan dengan sembarangan. KESIMPULAN Hadits yang berkaitan dengan pendidikan akhlak dapat kita temukan pada hadits riwayat Muhamad bin Isa At-Tirmidzi dalam kitab Jamiโ€™ut Tirmidzi Hadits No. 6009 Bab. Berbakti dan menyambung silaturrahim. Derajat hadits ini hasan gharib. Dari hadits ini dapat dirumuskan bahwa Rasulullah melarang manusia untuk memperolok-olokkan manusia yang lain. Dalam hal ini manusia diperintahkan untuk menjaga sikap dan lisannya. Selanjutnya terdapat hadits hasan yang berkaitan dengan pendidikan akhlak, yakni hadits yang diriwayatkan oleh Muhamad bin Isa At-Tirmidzi dalam Jamiโ€™ut Tirmidzi, ,Hadits No. 1975 Bab. Berbakti dan menyambung silaturrahim. Hadits ini mengisyaratkan pentingnya keteladanan uswah dari seorang pendidik. Dalam perspektif pendidikan Islam, keteladanan uswah merupakan sebuah metode yang sangat efektif diterapkan oleh seorang guru dalam proses pendidikan. Karena Suanto. Larangan menyiksa Binatang, Jurnal Uin Alauddin Makasar vol 8 no 1 2017, 60 Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 167 keteladanan, hasilnya akan mempengaruhi individu jauh mencapai pada tahap kebiasaan, tingkah laku dan sikap. Keteladanan ini harus dilakukan oleh pendidik di sekolah dan orang tua di rumah. Hadits tentang pendidikan sosial terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Hadits No. 13 Bab. Adab. Kualitas hadits ini adalah shahih. Hadits ini menjelaskan tentang perintah untuk saling mengenal dan mencintai sesama manusia walawpun memiliki latar belakang yang berbeda. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dengan saling mencintai akan menciptakan persaudaraan dan ketentraman dan dengan saling membenci akan menciptakan perpecahan dan perselisihan. Selanjutnya terdapat hadits shahih yang berkaitan dengan pendidikan social lainnya, yakni hadits yang diriwayatkan oleh Hadits No. 6009 Bab. Adab. Hadits ini mengisyaratkan kepada manusia untuk menyayangi semua makhluk ciptaan Allah SWT termasuk binatang. Dalam Islam dijelaskan binatang yang harus dibunuh dan tidak boleh dibunuh. Membunuh binatang pun diperbolehkandengan alasan yang diperbolehkan dan sesuai syariโ€Ÿat islam, bukan dengan tujuan ingin menyakiti dan menyiksa. DAFTAR PUSTAKA Buku Ahmad. Implementasi Akhlak Qurโ€™ani. 2002 Bandung PT Telekomunikasi Indonesia. Al-Qaththan, Manna. 2012. Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta Pustaka Al-Kautsar Departemen Agama RI. Al-Quran Terjemahan. 2015. Bandung CV Darus Sunnah Munawwir, 2007. Kamus Al-Munawwir Indonesia Dan Arab. Surabaya Pustaka Progressif. Al-Bayan Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist / Volume 5, Juni 2022 / p-ISSN 2615-2568 e-ISSN 2621-3699 168 Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung Remaja Rosdakarya. Jurnal & Internet At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa. Jamiโ€™ut Tirmidzi, Diakses pada tanggal 17 Oktober 2021. Nihaya, Harun. bullying di sekolah Dari diakses pada tanggal 18 Oktober 2017 Suanto. 2017. Larangan menyiksa Binatang. Jurnal Uin Alauddin Makasar Vol. 8 No .1 Usiono. 2017. Potret Rasulullah sebagai Pendidik. Jurnal ANSIRU Vol. 1 No. 1. Dwi Wulan SariNilai akhlak begitu penting ditanamkan bagi peserta didik dari dini agar menciptakan kehidupan yang baik dan mampu menjunjung nilai-nilai agama serta budaya leluhur bangsa. Kurangnya kesadaran posisi sentral dari peserta didik sehingga terdapat pengabaian terhadap akhlak dan karakteristiknya. Karakteristik akhlak menjadi ciri khas yang harus dimiliki oleh peserta didik agar tercipta keselarasan antara bagian pendidikan dan arah yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi tentang aktualisasi hadis terhadap krisis akhlak peserta didik. Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan kualitatif dengan jenis penelitian studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktualisasi akhlak yang sesuai hadis dan harus dimiliki oleh peserta didik meliputi niat, sabar, ikhlas, jujur, tawadhu dan tawakal Unang WahidinAhmad SyaefuddinThe development of science and technology increasingly encourage renewal efforts in the utilization of technology results in teaching and learning process. One of the technology that can be used in teaching and learning process is education media. Educational media used must be adapted to the development and demands of the times. Support the right educational media used in teaching and learning process will facilitate the achievement of learning objectives can be. Therefore, the education media will affect the absence of a complete and appropriate learning information target, and affect the outcome of the learning process. At the beginning of the spread of Islam has been known teaching and learning activities, when the media has been there and education has been applied by the Prophet Muhammad SAW in teaching science and Islamic law to the friends. Some educational media clusters expressed in the Qur'an and al-Hadith, among others Audio education media contained in al-Qur'an letter al-'Alaq 96 verse 1; Al-Isra '17 verse 14; Al-Ankabut 29 verse 45; Al-Muzammil 73 verse 20. In addition, in the hadith there are several terms used to indicate the use of visual media in learning, such as drawings, gravel and fingers. Keyword Media, Education, Islam, Al-Qurโ€™anLarangan menyiksa BinatangSuantoSuanto. 2017. Larangan menyiksa Binatang. Jurnal Uin Alauddin Makasar Vol. 8 Rasulullah sebagai PendidikUsiono. 2017. Potret Rasulullah sebagai Pendidik. Jurnal ANSIRU Vol. 1 No. 1.

seCNp.
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/19
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/180
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/7
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/277
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/52
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/191
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/374
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/179
  • 63cp9k5ju0.pages.dev/5
  • hadis nabi tentang kebudayaan